Jumat 02 Feb 2018 12:54 WIB

AS Sebut Suriah Kembangkan Senjata Kimia Baru

Presiden Donald Trump Pertimbangkan Tindakan Militer Lebih Lanjut.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Dugaan penggunaan senjata kimia di Suriah
Foto: Guardian
Dugaan penggunaan senjata kimia di Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Suriah diperkirakan tengah mengembangkan jenis senjata kimia terbaru. Hal tersebut disampaikan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS), Kamis (1/2).

Menurut beberapa pejabat pemerintah AS, prediksi dan kekhawatiran terkait proyek pengembangan senjata kimia oleh Suriah telah membuat Presiden Donald Trump mempertimbangkan tindakan militer lebih lanjut. Hal ini dilakukan guna mencegah terjadinya penggunaan senjata kimia yang dapat menewaskan warga sipil.

"Kami berhak menggunakan kekuatan militer untuk mencegah penggunaan senjata kimia," kata seorang pejabat pemerintah AS.

Pejebat pemerintah AS lainnya mengungkapkan, Trump berharap ada peningkatan sanksi dan tekanan diplomatik terhadap Suriah guna mengendalikan program senjata kimianya. Sebab jika tidak, AS khawatir senjata kimia Suriah dapat menyebar melampaui batas. "Ini akan menyebar jika kita tidak melakukan sesuatu," ujarnya.

Pemerintah Suriah telah dituduh menjadi dalang di balik serangkaian serangan senjata kimia yang menewaskan warganya. Pada Agustus 2015, Dewan Keamanan PBB membentuk Mekanisme Investigasi Bersama (MIB) guna menyelidiki penggunaan senjata kimia di Suriah.

Dalam laporannya akhir tahun lalu, MIB menyatakan rezim pemerintah Suriah bertanggung jawab atas serangan senjata kimia yang terjadi di Khan Sheikhoun. Kala itu, serangan senjata mengandung sarin menyebabkan lebih dari 100 warga Suriah, termasuk di dalamnya anak-anak, tewas.

Namun, laporan tersebut kerap dibantah oleh pemerintah Suriah dan sekutunya Rusia. Rusia bahkan mengusulkan agar PBB membentuk Mekanisme Investigasi Independen (MII). Menurutnya hadirnya MII penting agar penyelidikan penggunaan senjata kimia di Suriah tidak memihak, independen, dan tidak bias kepentingan Barat.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement