Jumat 02 Feb 2018 18:53 WIB

Hakim Kabulkan Permintaan WNI di AS Lawan Deportasi

WNI tersebut merupakan warga yang eksodus saat kerusuhan 1998.

Demonstrasi di luar gedung federal yang menuntut etnis Cina Kristen Indonesia tetap tinggal di AS di New Hampshire, 13 Oktober 2017. Mereka eksodus saat kerusuhan Mei 1998.
Foto: Reuters
Demonstrasi di luar gedung federal yang menuntut etnis Cina Kristen Indonesia tetap tinggal di AS di New Hampshire, 13 Oktober 2017. Mereka eksodus saat kerusuhan Mei 1998.

REPUBLIKA.CO.ID, BOSTON -- Seorang hakim federal memblokir pemerintah AS dari mendeportasi puluhan warga Indonesia yang takut akan penganiayaan jika kembali ke rumah. Warga Indonesia yang kabur ke AS saat kerusuhan 1998 tersebut diberi kesempatan melawan deportasi tersebut.

Hakim Distrik AS Patti Saris di Boston mengatakan 50 orang Indonesia yang tinggal secara ilegal di New Hampshire harus diberi waktu untuk membuka kembali kasus imigrasi mereka. Dia berpendapat kondisi di negara asal mereka telah berubah.

"Pendapat ini benar-benar bisa menyelamatkan nyawa. Seperti yang diakui pengadilan, undang-undang negara ini tidak mengizinkan pemerintah mengirim orang kembali ke negara mereka dan menghadapi penganiayaan atau penyiksaan," kata pengacara untuk orang Indonesia Lee Gelernt dari American Civil Liberties Union's Immigrants' Rights Project.

Pemerintah AS mendesak hakim menolak gugatan mereka atas sebuah perintah pendahuluan yang menghalangi pemindahan mereka. Pemerintah berargumen pengadilan tidak memiliki yurisdiksi atas masalah tersebut dan bahwa orang-orang Indonesia gagal menunjukkan mereka akan menderita kerugian yang tidak dapat diperbaiki jika tidak diberi penangguhan hukuman.

Petugas Imigrasi dan Bea Cukai AS tidak segera menanggapi email yang meminta komentar pada Kamis.

Banyak warga Indonesia menetap di kawasan pantai di New Hampshire. Mereka menemukan pekerjaan dan membina keluarga. Dalam sebuah kesepakatan yang ditengahi oleh Senator AS A Jean Jericho Shaheen dari New Hampshire, mereka diizinkan tinggal, selama mereka secara teratur melapor ke kantor Imigrasi dan Bea Cukai.

Namun dalam beberapa bulan terakhir, mereka diberitahu dalam kunjungan mereka ke kantor imigrasi mereka harus membeli tiket pesawat dan bersiap meninggalkan negara tersebut. Beberapa orang mengatakan mereka takut kembali ke Indonesia karena adanya peningkatan intoleransi dan kekerasan terhadap orang Kristen dan minoritas lainnya.

Hakim mengatakan orang Indonesia memiliki 90 hari setelah mereka menerima dokumen proses imigrasi untuk mengajukan gerakan membuka kembali kasus mereka. Perintahnya menghalangi pemerintah AS mendeportasi orang Indonesia sampai setelah keputusan Banding Imigrasi mengenai kasus mereka. Mereka bisa saja tinggal di AS dengan berlindung pada Pengadilan Banding Pertama AS.

"Sebuah penundaan singkat deportasi penduduk yang tinggal di sini dengan izin pemerintah selama lebih dari satu dekade menggarisbawahi kepentingan publik di mana pemohon telah mematuhi hukum dan tidak menimbulkan ancaman terhadap keselamatan publik," kata Saris dalam pendapatnya

Hakim pada November lalu telah memblokir pemindahan mereka sampai dia dapat mempertimbangkan permintaan mereka untuk perintah pendahuluan. Pendeta Sandra Pontoh, seorang pemimpin masyarakat Indonesia di New Hampshire yang juga memimpin sebuah gereja untuk orang Indonesia di Madbury, mengatakan dia sangat senang dengan keputusan tersebut.

"Saya berharap hakim akan memutuskan untuk membiarkan teman-teman saya menangani kasus mereka selama 90 hari. Itu yang kami harapkan. Ini luar biasa, itu berarti teman-teman saya bisa punya waktu, pengacara mereka akan memiliki lebih banyak waktu untuk menangani kasus mereka, ini adalah laga terakhir bagi mereka, agar mereka tetap di sini, mereka harus mengajukan kasus yang baik," kata Pontoh.

Gubernur Chris Sununu menyebut keputusan tersebut sebagai kabar baik bagi New Hampshire dan Komunitas Indonesia Dover.

"Pengadilan federal di Boston terus menyetujui dan menegaskan kembali kasus-kasus ini perlu pemeriksaan ulang. Saya akan terus menganjurkan resolusi yang melindungi orang-orang ini dari penganiayaan agama dan memungkinkan mereka tetap tinggal di Amerika Serikat," kata anggota Partai Republik itu dalam sebuah pernyataan.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement