REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Anggota pasukan keamanan Myanmar akan menghadapi tindakan hukum atas penganiayaan dan penembakan mati terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine.
Seperti dilansir Aljazirah, Senin (12/2), pembunuhan terhadap 10 orang Rohingya terjadi di desa Inn Din pada September tahun lalu dan mayat-mayatnya dikuburkan di sebuah kuburan massal setelah mereka disiksa sampai mati atau ditembak oleh kelompok radikal Budhis dan tentara Myanmar.
"Tindakan menurut undang-undang akan diajukan terhadap tujuh tentara, tiga polisi, dan enam penduduk desa sebagai bagian dari penyelidikan tentara," kata Juru Bicara Pemerintah Zaw Htay.
Militer mengatakan pada Januari lalu, 10 orang Rohingya yang terbunuh termasuk dalam kelompok 200 gerilyawan yang telah menyerang pasukan keamanan. Menurut militer, warga oknum Budhis menyerang beberapa dari mereka dengan pedang dan tentara menembak orang-orang yang tewas.
Baca juga, Aung San Suu Kyi: Tak Ada Pembersihan Etnis Rohingya.
Namun versi militer tersebut bertentangan dengan laporan yang diberikan kepada kantor berita Reuters yang diperoleh dari para saksi mata.
Warga desa Budha lainnya melaporkan tidak ada serangan gerilyawan terhadap pasukan keamanan yang terjadi di Inn Din. Kemudian saksi Rohingya mengatakan bahwa tentara menangkap 10 orang di antara ratusan orang yang berusaha menyelamatkan diri di pantai terdekat.
Hampir 690 ribu Rohingya telah melarikan diri dari Rakhine dan menyeberang ke selatan Bangladesh sejak Agustus, ketika serangan terhadap pos keamanan oleh pemberontak memicu sebuah tindakan keras militer yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan tindakan genosida.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson bertemu dengan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi pada Ahad di ibu kota, Naypyidaw, untuk membahas pemulangan ratusan ribu Rohingya secara aman. Suu Kyi peraih Nobel Perdamaian telah menghadapi rentetan kritik internasional karena gagal menghentikan kekerasan terhadap Rohingya.