Senin 12 Feb 2018 15:34 WIB

12 Kota di Dunia Ini Terancam Alami Krisis Air

Jakarta menghadapi ancaman kenaikan permukaan air laut.

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
Cape Town, Afsel
Foto: AP
Cape Town, Afsel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cape Town menjadi kota besar pertama di era modern yang menghadapi ancaman krisis air minum. Dilansir di BBC, Senin (12/2), keadaan buruk kota Afrika Selatan itu yang dilanda kekeringan hanyalah satu contoh ekstrem masalah kelangkaan air ini.

Meskipun air mencakup sekitar 70 persen permukaan bumi. Namun hanya tiga persen saja air segar yang dapat digunakan.

Lebih dari satu miliar orang kekurangan akses terhadap air dan 2,7 miliar lainnya akan mengalami kelangkaan air setidaknya satu bulan dalam setahun. Sebuah survei pada 2014 terhadap 500 kota terbesar di dunia memperkirakan satu dari empat kota berada dalam situasi tekanan air.

Menurut proyeksi yang disahkan PBB, permintaan global akan air tawar melebihi pasokan sebesar 40 persen pada 2030, berkat kombinasi perubahan iklim, tindakan manusia dan pertumbuhan populasi. Tidak mengherankan Cape Town hanyalah puncak gunung es. Sebanyak 11 kota lainnya kemungkinan besar juga akan mengalami krisis air minum seperti Cape Town.

Ke-11 kota lainnya, yaitu, Sao Paulo, Bangalore, Beijing, Kairo, Jakarta, Moskow, Istanbul, Meksiko, London, Tokyo dan Miami.

Sao Paolo

Sao Paolo merupakan satu dari 10 kota terpadat di dunia. Kota ini sempat mengalami cobaan serupa seperti Cape Town pada 2015, ketika cadangan utama turun di bawah kapasitas empat persen.

Pada puncak krisis, kota berpenduduk lebih dari 21,7 juta jiwa ini memiliki persediaan air kurang dari 20 hari dan polisi harus mengawal truk air untuk menghentikan penjarahan. Diperkirakan kekeringan yang mempengaruhi Brasil selatan timur antara 2014 dan 2017 adalah penyebabnya, namun sebuah misi PBB ke Sao Paulo mengkritik otoritas negara bagian karena kurangnya perencanaan dan investasi yang tepat.

Krisis air dianggap selesai pada 2016, namun pada Januari 2017 cadangan utama 15 persen di bawah perkiraan untuk periode tersebut. Hal ini membuat persediaan air di masa depan kembali diragukan.

Bangalore

Bangalore sedang berjuang mengelola sistem air dan limbah kota. Sebuah laporan oleh pemerintah nasional India menemukan kota tersebut kehilangan lebih dari separuh air minumnya menjadi limbah.

Persediaan danau di kota menemukan 85 persen air hanya bisa digunakan untuk irigasi dan pendinginan industri. Tak satu pun danau dapat digunakan untuk minum atau mandi.

Beijing

Bank Dunia mengklasifikasikan kelangkaan air yakni saat orang-orang di lokasi yang ditentukan menerima kurang dari 1.000 meter kubik air tawar per orang per tahun. Pada 2014, masing-masing lebih dari 20 juta penduduk Beijing hanya menerima 145 meter kubik.

Cina adalah rumah bagi hampir 20 persen populasi dunia namun hanya memiliki tujuh persen air tawar. Sebuah studi di Universitas Columbia memperkirakan cadangan negara tersebut menurun 13 persen antara 2000 dan 2009.

photo
Banjir terjadi di underpass di Beijing, Cina.

Angka resmi pada 2015 menunjukkan 40 persen air permukaan Beijing tercemar sampai tidak bisa digunakan bahkan untuk keperluan pertanian atau industri. Pihak berwenang Cina telah mencoba mengatasi masalah tersebut dengan menciptakan proyek pengalihan air yang besar. Mereka juga telah mengenalkan program pendidikan, serta kenaikan harga untuk pengguna bisnis berat.

Kairo

Sungai Nil yang berperan besar dalam pembentukan peradaban terbesar di dunia harus berjuang di zaman modern ini. Sungai Nil adalah sumber 97 persen air Mesir tetapi juga terjadi peningkatan jumlah sampah pertanian dan rumah tangga.

Angka Organisasi Kesehatan Dunia menunjukkan Mesir berada di antara negara berpenghasilan menengah ke bawah dalam hal jumlah kematian terkait dengan pencemaran air. PBB memperkirakan kekurangan kritis di negara ini pada 2025.

Jakarta

Jakarta menghadapi ancaman kenaikan permukaan air laut. Di Jakarta, masalah ini diperparah dengan tindakan manusia secara langsung. Kurang dari separuh dari 10 juta penduduk kota tersebut memiliki akses terhadap air pipa, penggalian sumur secara ilegal sangat banyak. Praktik ini menguras molekul air yang terkandung di dalam tanah.

photo
Area parkir mobil tergenang oleh banjir rob di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara.

Menurut perkiraan Bank Dunia, sebagai konsekuensinya, sekitar 40 persen wilayah Jakarta sekarang berada di bawah permukaan laut. Situasi ini semakin diperparah karena molekul air yang terkandung di dalam tanah tersebut tdak dapat diisi ulang meski hujan deras karena prevalensi beton dan aspal. Ini artinya tidak bisa menyerap curah hujan.

Moskow

Seperempat cadangan air tawar dunia ada di Rusia, namun negara ini terganggu oleh masalah polusi yang disebabkan warisan industri era Soviet. Itu secara khusus mengkhawatirkan Moskow, di mana persediaan airnya 70 persen bergantung pada air permukaan. Badan pengatur resmi mengakui 35 persen sampai 60 persen dari total cadangan air minum di Rusia tidak memenuhi standar sanitasi.

Istanbul

Menurut angka resmi pemerintah Turki, negara ini secara teknis berada dalam situasi tekanan air, karena pasokan per kapita turun di bawah 1.700 meter kubik pada 2016. Para ahli lokal telah memperingatkan situasinya dapat memperburuk kekurangan air pada 2030.

Beberapa tahun terakhir, daerah berpenduduk padat seperti Istanbul (14 juta jiwa) mulai mengalami kekurangan air. Tingkat waduk di kota turun menjadi kurang dari 30 persen dari kapasitas pada awal pada 2014.

Meksiko

Kekurangan air di kota Meksiko bukanlah hal baru bagi 21 juta penduduk ibukota Meksiko ini. Satu dari lima orang hanya menikmati beberapa jam dari air keran mereka selama sepekan dan 20 persen lainnya hanya dialiri air setengah hari.

Kota ini tidak memiliki operasi skala besar untuk mendaur ulang air limbah. Kerugian air karena masalah pada jaringan pipa juga diperkirakan sebesar 40 persen.

London

Dengan rata-rata curah hujan tahunan sekitar 600 mm (kurang dari rata-rata Paris dan hanya sekitar setengah dari New York), London menarik 80 persen airnya dari Sungai Thames dan Lea.

photo
Sungai Thames di London.

Menurut Otoritas Greater London, kota ini memiliki tingkat limbah air 25 persen dan kemungkinan memiliki masalah pasokan pada 2025 dan mengalami kekurangan serius pada 2040.

Tokyo

Kota Jepang mengalami tingkat curah hujan yang serupa dengan Seattle di pantai barat AS. Curah hujan, bagaimanapun, terkonsentrasi hanya dalam empat bulan dalam setahun. Air yang perlu dikumpulkan, karena musim hujan yang lebih kering dari perkiraan bisa menyebabkan kekeringan.

Sedikitnya 750 gedung pribadi dan publik di Tokyo memiliki sistem pengumpulan dan pemanfaatan air hujan. Bagi lebih dari 30 juta orang, Tokyo memiliki sistem air yang bergantung pada air permukaan (sungai, danau, dan salju yang mencair).

Miami

Negara bagian Florida di AS termasuk di antara lima negara bagian AS yang paling banyak terkena hujan setiap tahunnya. Namun, ada krisis air di kota yang terkenal menghasilkan bir ini.

Sebuah proyek awal abad ke 20 untuk mengeringkan rawa-rawa di dekatnya memiliki hasil yang tak terduga; air dari Samudra Atlantik mencemari Aquifer Biscayne, sumber air utama di kota ini.

Kontaminasi oleh air laut mengancam persediaan air Miami. Meskipun masalah terdeteksi pada 1930-an, air laut masih bocor, terutama karena kota Amerika telah mengalami tingkat kenaikan permukaan laut yang lebih cepat, dengan penghalang pertahanan bawah tanah yang dipasang dalam beberapa dekade terakhir.

Kota-kota besar sudah berjuang. Pantai Hallandale, yang hanya beberapa mil sebelah utara Miami, harus menutup enam dari delapan sumurnya karena kontaminasi air laut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement