REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Menteri Luar Negeri Bangladesh Shahriar Alam mengatakan, Bangladesh telah sepakat untuk mengizinkan PBB memantau proses repatriasi pengungsi Rohingya ke Myanmar. Menurutnya, pemantauan PBB penting agar Bangladesh tidak dituding memaksa pengungsi Rohingya kembali ke Rakhine.
"Kami berulang kali mengatakan proses repatriasi ini kompleks. Kami ingin mengisi formulir (repatriasi) dengan kehadiran mereka(PBB), sehingga tidak ada yang bisa mengatakan bahwa para pengungsi dipaksa oleh seseorang atau dikirim balik melawan kehendak mereka," kata Alam dikutip laman the Independent, Selasa (13/2).
Ia mengungkapkan, negaranya tidak hanya ingin mengirim kembali para pengungsi Rohingya ke Rakhine, Myanmar. Lebih dari itu, Bangladesh, kata dia, memedulikan perihal kondisi para pengungsi setelah nanti tiba di kampungnya masing-masing. "Bangladesh ingin memastikan bahwa situasi di Myanmar aman dan terjamin," ujar Alam.
Baca juga, Suu Kyi: Tak Ada Pembersihan Etnis Rohingya.
Bangladesh dan Myanmar mencapai kesepakatan repatriasi pengungsi Rohingya pada November 2017. Namun kesepakatan tentang proses repatriasi ini dikritisi oleh lembaga hak asasi manusia internasional.
Human Rights Watch (HRW), misalnya, menyerukan agar proses repatriasi pengungsi Rohingya dapat dipantau oleh badan internasional. Hal tersebut dilakukan guna memastikan Myanmar benar-benar menjalankan tanggung jawabnya, termasuk menjamin keamanan serta keselamatan Rohingya.
"Masyarakat internasional harus memperjelas hal ini, bahwa tidak akan ada pengembalian (pengungsi) tanpa pantauan dunia internasional guna memastikan keamanan, diakhirinya gagasan untuk menempatkanorang-orang yang kembali ke kamp, pengembalian lahan, serta pembangunankembali rumah dan desa yang dihancurkan," ujar Direktur Hak Pengungsi HRWBill Frelick tak lama setelah kesepakatan repatriasi tersebut tercapai.
Sementara itu Ketua Dewan Rohingya Eropa Hla Kyaw mengatakan kesepakatan repatriasi pengungsi Rohingya yang telah dicapai Bangladesh dan Myanmar merupakan sebuah mimpi buruk. Sebab kesepakatan tersebut belum menegaskan tentang jaminan keselamatan, keamanan dan status kewarganegeraan untuk para pengungsi.
Menurutnya, kesepakatan repatriasi tercapai ketika warga di negara bagian Rakhine masih banyak yang mengungsi ke Bangladesh untuk menghindari aksi kekerasan militer Myanmar. Terlebih lagi kesepakatan repatriasi belum menyinggung dan menegaskanperihal hak-hak yang harus didapatkan pengungsi Rohingya, termasuk hak untuk mendapatkan perlindungan keamanan serta keselamatan.
"Tidak ada Rohingya yang mau kembali kecuali jika keamanan mereka terjamin karena mereka telahmenyaksikan kekejaman yang dilakukan pasukan keamanan Myanmar," kata Kyawmenerangkan.