Jumat 16 Feb 2018 07:50 WIB

Uni Eropa Coba Hidupkan Perundingan PBB tentang Suriah

PBB mengatakan pada Februari telah terjadi beberapa pertempuran terburuk di Suriah.

Puing-puing pesawat tempur Rusia Sukhoi-25 yang ditembak jatuh di Idlib, Suriah. Pilotnya meledakkan diri agar tak ditangkap gerilyawan Suriah.
Foto: EPA
Puing-puing pesawat tempur Rusia Sukhoi-25 yang ditembak jatuh di Idlib, Suriah. Pilotnya meledakkan diri agar tak ditangkap gerilyawan Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, SOFIA -- Uni Eropa pada Kamis (16/2)berusaha menghidupkan kembali perundingan damai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang macet untuk Suriah. Uni Eropa khawatir dengan usaha Rusia untuk melegitimasi cengkeraman kekuasaan pada sekutunya, Presiden Bashar al-Assad.

Pembicaraan PBB di Jenewa telah membuat sedikit atau tidak ada kemajuan selama perang yang telah berlangsung selama tujuh tahun itu. Pembicaraan menemui jalan buntu pada Desember lalu.

Rusia telah mempromosikan pembicaraan damai alternatif di Astana dengan Turki, yang mendukung kelompok pemberontak di Suriah.

Intervensi bersenjata oleh Rusia dan Iran telah memungkinkan Assad untuk merebut kembali sebagian besar wilayah negara tersebut namun PBB mengatakan bahwa pada Februari telah terjadi beberapa pertempuran terburuk di Suriah sejak kekerasan meletus pada Maret 2011.

Tiga Negara Terburuk untuk Ditinggali Anak-Anak

Meski begitu, menteri luar negeri Uni Eropa di Bulgaria mengadakan diskusi penuh pertama mereka tentang Suriah dalam waktu hampir setahun.

"Kami akan membahas bagaimana memobilisasi dukungan kemanusiaan, tetapi juga bagaimana menggunakan kekuatan pertemuan Uni Eropa untuk mendukung proses politik yang dipimpin Perserikatan Bangsa Bangsa yang menghadapi saat-saat sulit dalam minggu-minggu ini," kata diplomat utama Uni Eropa, Federica Mogherini.

Mogherini akan menjadi tuan rumah sebuah konferensi internasional mengenai Suriah di Brussels pada bulan April.  Pertemuan Uni Eropa sebelumnya pada 2017 dibayangi oleh serangan senjata kimia di Suriah. Konflik tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda mereda saat kekuatan di wilayah tersebut dan di luar mendukung pihak-pihak yang saling bersaing dalam perang itu.

Sekarang konflik tersebut telah memasuki tahun kedelapan, dan telah membunuh ratusan ribu orang dan mengusir jutaan orang dari rumah mereka.

"Tragedi berlanjut," kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian kepada wartawan.

"Penting bagi proses Jenewa untuk dimulai kembali secepat mungkin dan bahwa kita berada dalam fase transisi politik, yang tidak terjadi pada saat ini."

Pasukan Assad baru-baru ini membombardir dua daerah terakhir pemberontak di Suriah di Ghouta Timur dan provinsi Idlib di barat laut. Kondisi kemanusiaan yang menyedihkan di daerah yang terkepung itu mendorong Dewan Keamanan PBB  untuk membahas gencatan senjata selama sebulan untuk memungkinkan pengiriman bantuan dan evakuasi orang yang sakit dan terluka.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement