REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Sebanyak 40 demonstran Palestina cedera dalam bentrokan dengan tentara Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat Sungai Yordan pada Jumat siang (16/2), kata beberapa sumber lokal.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza Ashraf Al-Qedra mengatakan kepada wartawan 23 orang Palestina ditembak dan cedera selama bentrokan di perbatasan antara Jalur Gaza dan Israel. Salah seorang yang cedera berada dalam kondisi kritis, sebab ia ditembak di kepala. Sedangkan kebanyakan orang lain yang cedera ditembak di bagian atas tubuh.
"Ini memperlihatkan tentara Israel bertujuan membunuh pemrotes Palestina," kata Al-Qedra.
Ia merujuk kepada situasi keamanan yang bertambah buruk di daerah kantung pantai itu, yang telah menghadapi blokade Israel selama 11 tahun. Sementara itu, beberapa saksi mata mengatakan puluhan demonstran yang marah mengibarkan bendera Palestina, dan meneriakkan slogan anti-Israel serta melemparkan batu ke arah tentara Israel yang ditempatkan di perbatasan antara bagian timur Jalur Gaza dan Israel.
Tentara Israel melepaskan tembakan balasan dengan gas air mata, peluru karet dan amunisi aktif untuk membubarkan demonstran Palestina. Di Tepi Barat, Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan di dalam pernyataan yang dikirim melalui surel 17 orang Palestina cedera akibat gas air mata selama protes di Kota Nablus, Al-Khalil (Hebron) dan Ramallah.
Demonstrasi dan protes massal telah berlangsung setiap Jumat di Jalur Gaza dan Tepi Barat guna menentang Israel sejak Presiden AS Donald Trump mengumumkan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada Desember lalu. Masih pada Jumat, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) memperingatkan Israel kelompok gerilyawan Palestina itu takkan berdiam diri terhadap pelanggaran Israel setiap hari terhadap Yerusalem dan warga Palestina.
"Kaum pendudukan (Israel) harus memahami perlawanan Palestina bersenjata takkan berdiam diri di tengah pelanggaran tanpa akhir terhadap tanah Palestina, tempat suci umat Muslim dan penduduk Yerusalem," kata Hamas di dalam selebaran melalui surel.
Israel merebut JYrusalem Timur dalam Perang 1967 dan belakangan mengumumkan seluruh kota tersebut sebagai "ibu kota abadinya", dalam tindakan yang ditolak sebagian besar masyarakat internasional. Palestina ingin mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kotanya.