REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki menyatakan tidak pernah menggunakan senjata kimia untuk menyerang Afrin, Suriah. Turki menjamin merawat warga sipil dengan baik.
Sebelumnya, pasukan Kurdi Suriah dan kelompok pemantau menuduh Turki melakukan serangan gas ke wilayah Afrin. Turki dituduh melakukan serangan gas dan menewaskan enam orang warga sipil. Namun Turki mengatakan, tuduhan tersebut adalah propaganda hitam.
"Ini adalah tuduhan tak berdasar. Turki tidak pernah menggunakan senjata kimia. Kami sangat memperhatikan warga sipil di Operasi Olive Branch ini," kata seorang sumber dikutip Asharq Alawsat, Sabtu (17/2).
Seorang juru bicara Kurdi YPG menyebutkan bahwa pengeboman oleh Turki menyerang sebuah desa di barat laut wilayah tersebut. Serangan itu menyebabkan enam orang mengalami gangguan pernapasan dan gejala lainnya yang mengindikasikan adanya serangan gas.
Turki melancarkan serangan udara dan darat bulan lalu di Afrin yang membuka front baru dalam perang Suriah untuk menargetkan pejuang Kurdi di Suriah utara.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (HAM) menunjukkan bahwa pasukan Turki dan sekutu pemberontak Suriah menyerang desa tersebut pada Jumat (16/2). Sementara sumber medis di Afrin melaporkan bahwa korban enam orang dalam serangan tersebut mengalami kesulitan bernapas dan pupilnya melebar yang mengindikasikan adanya dugaan serangan gas.
Sejak dimulainya konflik pada 2011, YPG dan sekutunya telah mendirikan tiga daerah otonom di utara, termasuk Afrin. Lingkup pengaruh mereka berkembang saat merebut wilayah yang dikuasai ISIS dengan bantuan Amerika Serikat (AS). Meskipun Washington menentang rencana otonomi mereka seperti halnya rezim Suriah.
Dukungan AS kepada pasukan Kurdi Suriah menimbulkan kemarahan Ankara, Turki, yang memandang mereka sebagai ancaman di sepanjang perbatasannya. Turki menyatakan, teroris dan perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdi (PKK) yang telah dilarang di Turki melakukan pemberontakan selama tiga dekade di tanah Turki.