REPUBLIKA.CO.ID,PETALING JAYA -- Pemerintah Malaysia berharap Indonesia akan tetap mengirim tenaga kerjanya, meski telah terjadi kematian seorang TKI bernama Adelina Jemira Sao (21 tahun) di Bukit Mertajam, pada 12 Februari lalu. Menurut Wakil Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Dr Ahmad Zahid Hamidi, kasus TKI yang awalnya dilaporkan bernama Adelina Lisao itu adalah kasus yang terisolasi.
Di Kota Bagan Datuk, Ahmad Zahid, yang juga menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Malaysia, mengatakan dia akan segera bertemu dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Indonesia Muhammad Hanif Dhakiri untuk menemukan solusi terbaik atas masalah ini.
"Kami (Malaysia) sangat menyesal jika melihat media melaporkan mengenai Indonesia yang berniat untuk menghentikan pengiriman pekerja rumah tangga," ujar Ahmad Zahid, dikutip The Star.
"Sebenarnya, kami memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang harus dipatuhi dan pemerintah Malaysia tidak akan pernah melindungi majikan yang terbukti melakukan tindakan kejam terhadap pembantu mereka," tambah dia.
Persatuan agen pembantu Malaysia juga meminta agar Indonesia tidak berhenti mengirim warganya ke negara tersebut untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Presiden Persatuan Agensi Pembantu Rumah Asing (PAPA), Jeffrey Foo, mengatakan pembekuan pengiriman tenaga asing yang pernah diberlakukan oleh Indonesia tidak akan mencegah para pekerja untuk datang ke Malaysia secara ilegal.
Indonesia sebelumnya telah memberlakukan moratorium pengiriman pembantu rumah tangga ke Malaysia pada 2009, tetapi larangan tersebut dicabut pada 2011. Saat ini ada lebih dari 200 ribu pekerja rumah tangga Indonesia yang ada di Malaysia.
Foo mengakui ada beberapa kasus pembantu diperlakukan dengan buruk oleh majikan mereka di Malaysia. Menurut dia, majikan yang tidak senang dengan pembantu mereka, harus berkonsultasi dengan agen untuk tindakan lebih lanjut.
Namun hal tersebut hanya bisa dilakukan jika majikan melewati jalur hukum dan legal saat mempekerjakan pembantu dari negara asing. "Yang kita lihat adalah, jalur ilegal bisa menyulitkan jika muncul masalah antara majikan dan pembantu, karena tidak ada pihak ketiga yang menawarkan bantuan," kata Foo.
Foo menambahkan, semua pemangku kepentingan harus memberlakukan sistem yang lebih baik untuk mengelola kesejahteraan pembantu di Malaysia. "Kami harus melakukan pemeriksaan yang lebih ketat terhadap majikan dan memastikan pembantu rumah tangga yang kompeten dan berkualitas," tambah dia.
Sementara Presiden Persatuan Majikan Amah Malaysia (MAMA) Engku Ahmad Fauzi Engku Muhsein mengatakan mayoritas majikan di Malaysia adalah orang baik. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya pembantu rumah tangga Indonesia yang memilih untuk kembali ke Malaysia.
"Polisi sedang menyelidiki kasus ini dan Indonesia harus mempertimbangkan sistem hukum kami. Saya harap mereka (Indonesia) tidak akan memberlakukan kembali moratorium tersebut," ujar dia.