REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kelompok hak asasi manusia (HAM) The Arakan Project menuduh pemerintah Myanmar telah membuldoser dua kuburan massal Rohingya di Rakhine. Menurutnya, hal ini dilakukan untuk menghilangkan bukti kejahatan yang telah dilakukan militer Myanmar terhadap Rohingya.
The Arakan Project berhasil mendokumentasikan melalui video lokasi kuburan massal sebelum dikeruk dan digusur buldoser. Dalam dokumentasinya The Arakan Project berhasil merekam sebuah kaki dari salah satu korban yang menyembul ke atas tanah.
Direktur The Arakan Project Chris Lewa mengatakan, pembuldoseran kuburan massal tersebut adalah sebuah upaya Pemerintah Myanmar untuk menghapus bukti kejahatannya.
Baca juga, Militer Myanmar Sebut tak Ada Rohingya yang Terbunuh.
"Dua dari kuburan massal yang kita ketahui telah muncul di media. Namun pada hari Kamis (15/2), satu situs kuburan massal lainnya dibuldoser. Ini berarti bukti pembunuhan tersebut sedang dihancurkan," katanya, dilaporkan laman the Guardian, Selasa (20/2).
Selain kuburan massal, buldoser-buldoser tersebut juga menghancurkan permukiman Rohingya. "Buldoser tidak hanya menghancurkan beberapa desa yang terbakar, tapi juga rumah-rumah yang masih utuh namun telah ditinggalkan," ungkap Lewa.
Menurutnya, pembuldoseran ini memang dilakukan oleh pihak swasta. Namun ia yakin, hal ini tetap berada di bawah komando pemerintah Myanmar. "Sudah jelas ini terjadi di bawah perintah pemerintah," ujarnya.
Wakil Direktur Human Rights Watch (HRW) di Asia Phil Robertson mengaku telah mendengar adanya kegiatan penghancuran dan pengerukan kuburan massal Rohingya. "Kami telah mendengar tudingan penghancuran di Maung Nu dan kami khawatir ini bisa menjadi bagian dari usaha yang lebih luas untuk menyembunyikan kejahatan yang dilakukan pasukan keamanan Myanmar," ujarnya.
Pemerintah Myanmar pun telah merespons tentang kegiatan pembuldoseran di beberapa desa di negara bagian Rakhine. Pemerintah Myanmar tak membenarkan adanya kegiatan penghancuran kuburan massal.
"Pemerintah daerah membersihkan daerah itu. Tidak ada penduduk desa di sana, tidak ada perumahan, hanya tanah biasa," kata juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay.
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan karena proses repatriasi pengungsi Rohingya akan dilakukan. "Kita harus membangun desa baru di sana untuk dimukimkannya kembali Rohingya," ucapnya.
Ketika ditanya perihal laporan tentang adanya kuburan massal Rohingya di Rakhine, Zaw Htay kembali berkilah. "Saya ingin tahu bukti apa yang sedang Anda bicarakan? Apakah itu kelompok teroris Arsa? Orang Bengali di seluruh dunia? Tolong beri saya bukti dasar yang andal dan konkret, tidak hanya berdasarkan cerita atau bincang-bincang orang Bengali di seluruh dunia, pelobi Bengali," tuturnya.
Tudingan tentang adanya genosida dan pembersihan etnis Rohingya memang telah dilayangkan kepada pemerintah Myanmar. Namun tudingan dan klaim tersebut telah berkali-kali ditolak. Myanmar mengklaim tak ada bukti yang menunjukkan militernya melakukan genosida terhadap Rohingya.
Baca juga, Militer Myanmar Sebut tak Ada Rohingya yang Terbunuh.
Namun pekan lalu, pelapor khusus PBB untuk HAM di Myanmar, Yanghee Lee mengatakan bahwa krisis di Rakhine memiliki ciri-ciri genosida. Ia bahkan telah bertekad untuk terus mengusut dan menyingkap tentang adanya kejahatan tersebut.
Pada Agustus 2017, militer Myanmar menggelar operasi di Rakhine untuk memburu gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (Tentara Pembebasan Rohingya Arakan). Namun alih-alih mencari gerilyawan yang dianggap pemberontak, tentara Myanmar justru menyerang penduduk sipil di sana.