REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat menilai pidato Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Dewan Keamanan PBB pada Selasa (20/2) menegaskan kembali komitmen negaranya terhadap solusi dua negara dengan Israel berdasarkan garis perbatasan 1967.
Dalam pidatonya di Dewan Keamanan PBB, Abbas menyatakan tentang pentingnya dibentuk sebuah mekanisme internasional multilateral untuk menyelesaikan konflik Palestina dengan Israel. Menurut Erekat, ini merupakan kesempatan bersejarah bagi masyarakat internasional untuk mendukung tercapainya perdamaian yang adil dan abadi demi mengakhiri 51 tahun pendudukan Israel atas Palestina.
"Presiden Abbas jelas. Kita membutuhkan kerangka kerja internasional untuk negosiasi. Masyarakat internasional tidak hanya menyatakan dukungan terhadap proses perdamaian, tapi juga membangun mekanisme implementasi dan akuntabilitas yang konkret," ujar Erekat, dilaporkan laman kantor berita Palestina WAFA.
Menurut Erekat, tidak ada gunanya membicarakan perdamaian tanpa menuntut pelaksanaan resolusi internasional dan menetapkan jangka waktu yang pasti untuk mengakhiri pendudukan Israel di Palestina. Terlebih saat ini proyek permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem kian masif.
Ia berpendapat, Israel memang berupaya semaksimal mungkin untuk menyabotase kemungkinan perdamaian. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, kata Erekat, bersikeras memperluas perusahaan permukiman di bawah kekebalan hukum penuh.
Selama masyarakat internasional tidak mengambil tindakan tegas terhadap permukiman Israel, respons mereka tidak akan berubah. Bulan depan, masyarakat internasional akan memiliki kesempatan penting menyerukan tindakan konkret melawan pendudukan Israel di Palestina di Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Saat ini Palestina tidak mau kembali ke meja perundingan damai dengan Israel yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS). Hal ini dilakukan sejak AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017. Palestina menilai keputusan tersebut membuktikan AS bias dan membela kepentingan Israel.