REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- PBB memperingatkan, Republik Demokratik Kongo (DRC) saat ini tengah menghadapi bencana kemanusiaan yang luar biasa. Konflik etnis yang terjadi di Provinsi Tanganyika telah memicu pengungsian massal dan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah tenggara negara tersebut.
"Selain itu, bentrokan sengit antara angkatan bersenjata Kongo dan milisi terus berlanjut sejak akhir Januari, sementara kelompok bersenjata baru mengancam akan menimbulkan malapetaka di provinsi tersebut," kata juru bicara badan pengungsi PBB, UNHCR, Andrej Mahecic dalam sebuah pernyataan.
Lonjakan kekerasan di Tanganyika, yang menampung sekitar tiga juta penduduk, terjadi di antara beberapa etnis, termasuk Twa, Luba, dan yang lainnya. Sebanyak 800 orang telah melaporkan pelanggaran hak asasi manusia di provinsi ini selama dua pekan pertama Februari.
"Orang-orang yang melarikan diri ke dekat ibu kota provinsi Kalemie berbagi cerita tentang kekerasan mengerikan selama terjadi serangan terhadap desa mereka, termasuk pembunuhan, penculikan, dan pemerkosaan," kata Mahecic.
Meningkatnya konflik dan bencana kemanusiaan yang mengerikan di Kongo telah memaksa 1,7 juta orang untuk meninggalkan rumah mereka di tahun lalu. Pekan ini, dua pekerja bantuan kemanusiaan dilaporkan tewas terbunuh.
Sepanjang 2017, ada lebih dari 12 ribu laporan pelanggaran hak asasi manusia di Tanganyika dan daerah sekitar Haut Katanga. Jumlah penduduk yang melarikan diri dari rumah mereka di Tanganyika hampir dua kali lipat antara 2016 dan 2017. Jumlah ini meningkat dari 370 ribu pada Desember 2016 menjadi 630 ribu di akhir tahun lalu.
Juru bicara UNHCR Andreas Kirchhof mengatakan kepada Aljazirah, kekerasan saat ini adalah salah satu konflik lokal paling parah dan salah satu yang paling mengkhawatirkan di Kongo. "Ini adalah krisis yang secara bertahap meningkat, seiring dengan meningkatnya rasa kebencian di antara para kelompok etnis," kata Kirchhof.
Kekerasan etnis antar kelompok Bantu dan Twa telah semakin meningkat sejak pertengahan 2016. Komite Penyelamatan Internasional mengatakan lebih dari 400 desa hancur antara Juli 2016 hingga Maret 2017 sebagai akibat dari konflik tersebut.
Pada Oktober lalu, UNHCR melaporkan lebih dari 3,9 juta penduduk Kongo mengungsi di dalam negeri. Sementara lebih dari 600 ribu pengungsi Kongo mencari perlindungan di lebih dari 11 negara Afrika lainnya.