Rabu 21 Feb 2018 17:57 WIB

Kisah 'Ayah Para Pembelot'

Dipenjara hingga selamatkan ribuan warga Korut.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Pembelot Korea Utara (Korut) Kim Yong-hwa mendirikan North Korean Refugees Human Rights Association of Korea di Seoul pada 2005.
Foto: Faras Ghani/Al Jazeera
Pembelot Korea Utara (Korut) Kim Yong-hwa mendirikan North Korean Refugees Human Rights Association of Korea di Seoul pada 2005.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Sekitar 31 ribu warga Korea Utara (Korut) telah membelot ke Korea Selatan (Korsel) sejak berakhirnya Perang Korea pada 1953. Hampir 71 persen dari pembelot tersebut adalah perempuan, paling banyak berusia 20 hingga 30 tahun.

Hanya beberapa dari mereka yang mengambil rute berbahaya melalui Zona Demiliterisasi Korea yang dijaga ketat tentara Korut. Sebagian besar memilih perjalanan yang lebih panjang dan mahal ke Cina dengan melintasi Sungai Yalu.

Perjalanan itu membawa para pembelot ke perbatasan selatan Cina dengan Vietnam dan Laos sebelum akhirnya mereka tiba di Thailand. Mereka sering diterbangkan ke Korsel dari Thailand dan beberapa di antaranya bahkan memilih untuk pergi ke AS, menurut Liberty in North Korea, sebuah LSM yang berbasis di AS dan Korsel.

Namun kedatangan mereka ke Korsel tidak menandakan berakhirnya masalah yang mereka hadapi. Hal ini dirasakan Kim Yong-hwa (64 tahun) yang melarikan diri dari Korut pada 1988.

"Saya bergabung dengan Tentara Rakyat Korea pada 1970, tetapi kemudian bekerja di proyek keselamatan kereta api selama satu dekade kemudian," ujar Kim kepada Aljazirah.

Pada 1988, terjadi sebuah kecelakaan yang membuat Kim dituduh tidak setia kepada negara. Jika ia tetap tinggal di Korut, ia terancam ditembak di depan umum seperti empat orang rekannya yang juga dipersalahkan atas kecelakaan itu.

photo
Pembelot Korut terlihat melarikan diri menuju wilayah Korsel.

Akhirnya ia memutuskan melarikan diri ke Cina dan kemudian ke Vietnam, tempat dia tertangkap karena membawa pistol. Ia sempat mendapatkan bantuan untuk melarikan diri, tetapi tertangkap lagi oleh polisi setempat yang menjebloskannya di sebuah pusat penahanan.

"Saat menunggu penerbangan ke Korut, saya menyerang seorang petugas polisi dengan nampan makanan dan dijatuhi hukuman penjara dua tahun," jelasnya.

Setelah menghabiskan waktu hampir dua tahun di dalam penjara Vietnam, ia berhasil melarikan diri. Kim kemudian tiba di Laos, tetapi tertangkap lagi dan dikirim ke kamp kerja paksa selama sembilan bulan.

Kim akhirnya kembali melarikan diri dan memasuki Cina dengan menyeberangi Sungai Mekong. Ia bertahan hidup hanya dengan memakan ular, sampai ada warga yang memberinya uang untuk sampai ke Korsel.

"Pemerintah Korsel tidak memperlakukan pembelot seperti masyarakat biasa dan masyarakatnya tidak tertarik pada kami," ujar Kim.

Di Korsel, Kim mendirikan North Korean Refugees Human Rights Association of Korea pada 2005. Organisasi ini didirikan setelah terjadi sebuah insiden di Provinsi Gangwon, seorang pembelot perempuan meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil dan tubuhnya ditempatkan di lemari es selama 20 hari dan tidak dimakamkan karena tidak ada yang mau mengurusnya.

Kementerian Unifikasi Korsel akan memberi sekitar 188 dolar AS untuk biaya pemakaman setiap pembelot yang meninggal. Namun jumlah sebesar itu tidak memadai dan para pembelot tidak dimakamkan secara layak karena tidak memiliki keluarga.

"Karena itulah saya memutuskan membuat organisasi ini yang juga menyediakan ruang belajar bagi pembelot muda atau anak yang lahir dari pembelot Korut," jelasnya.

Organisasi tersebut akan mengirimkan uang, pakaian, dan obat-obatan kepada para pembelot yang mengalami masa-masa sulit di Cina. Ada banyak wanita muda Korut di Cina yang dijual di industri seks atau sebagai istri siri.

photo
Ye Hae Su (kanan) dari Korea Utara memeluk kerabatnya dari Korea Utara dalam Pertemuan Reuni Keluarga yang Terpisah di resor Diamond Mountain di Korea Utara.

Para prianya juga diperlakukan sebagai budak dan mereka akan dipaksa bekerja di peternakan tanpa diberi uang. "Saya telah menyelamatkan hampir 6.000 pembelot sejauh ini dan media memanggil saya 'ayah dari para pembelot'," kata Kim.

Meski demikian, ia sendiri tidak tahu di mana keluarganya berada karena telah putus komunikasi setelah ia meninggalkan Korut. Menurut sumber dari negaranya, keluarga Kim telah tewas terbunuh setelah ia melarikan diri.

Kim mengaku sangat sulit membayangkan situasi di Korut akan berubah. Namun jika rezim Kim Jong-un jatuh, ia mengaku akan membawa senjata dan melintasi perbatasan untuk membalas dendam.

"Untuk saat ini, saya tidak berpikir saya akan membuang waktu untuk memikirkan sesuatu yang mungkin tidak akan pernah terjadi," ungkapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement