REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi warga sipil Suriah semakin kritis akibat serangan udara yang menggempur Ghouta Timur terhitung sejak Ahad (18/2). Aksi Cepat Tanggap (ACT) pun memberangkatkan Tim SOS for Syria XIV menuju Suriah, Jumat (23/2).
Presiden ACT Ahyudin mengatakan apa yang kini tengah terjadi di Ghouta Timur adalah sebuah bencana kemanusiaan besar yang menimpa Bumi Syam. Oleh karenanya, respons cepat amat dibutuhkan untuk mengatasi krisis tersebut.
"Empat ratus ribu jiwa terperangkap dalam intensitas perang yang tinggi. Rumah, masjid, rumah sakit, dan bangunan-bangunan lainnya hancur. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan untuk menyelamatkan diri pun sulit. Belum lagi dengan korban yang mencapai ribuan. Ini seperti pembantaian besar-besaran. Kita harus bertindak cepat membantu mereka," kata Ahyudin dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id.
Perang syria
Ia juga menambahkan bagaimana Ghouta merupakan tempat istimewa bagi umat Muslim. Ghouta menjadi benteng atau pusat kekuatan kaum Muslimin. Sehingga, krisis yang melanda Ghouta Timur atau masyarakatnya harus menjadi perhatian khusus Muslim dunia.
Ini menjadi wasilah bagi umat Muslim dunia. Semua bahu-membahu membantu masyarakat Ghouta Timur maupun kota Ghouta itu sendiri. Sebab, di sanalah kekuatan umat Islam berpusat, seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadis sahih.
Sesungguhnya kekuatan Muslimin pada waktu itu ada di Ghuthah, di samping kota yang bernama Damaskus yang paling terbaik di negeri Syam. (HR. Abu Dawud). Tim SOS for Syria XIV diberangkatkan pada Jumat (23/2) dini hari. Tim akan bertolak dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, menuju Suriah.
"Insya Allah, bantuan langsung berupa Dapur Umum dan makanan siap santap akan didistribusikan bagi para pengungsi yang mencoba menyelamatkan diri dari Ghouta Timur," kata Ahyudin.
Bantuan pangan menjadi salah kebutuhan pokok yang amat dibutuhkan para pengungsi Ghouta Timur saat ini. Mitra Aksi Cepat Tanggap di Suriah menyampaikan, para pengungsi sangat kesulitan mendapatkan makanan di tengah kondisi genting di sana.
"Mereka butuh makanan yang siap untuk disantap, bukan bahan pangan yang harus diolah terlebih dahulu oleh mereka. Hal ini karena peralatan masak itu hampir sulit ditemui. Semua hancur akibat bombardir pesawat tempur," Mohammad Hasan yang merupakan salah satu mitra ACT di Suriah.
Sejak Ahad (18/2), hujan bombardir dari segala penjuru mengguyur Ghouta Timur, 15 km jauhnya dari ibu kota Suriah, Damaskus. Ghouta Timur semakin lumpuh, sementara masyarakat sipil kian banyak yang tewas terkena serangan udara. Kamis (22/2), Syrian Observatory for Human Rights menyebutkan, korban jiwa mencapai lebih dari 335 orang.
Ghouta Timur kini memasuki fase krisis kemanusiaan yang tak kalah seriusnya dengan krisis yang menimpa Idlib, Aleppo, dan beberapa kota di Suriah lainnya. Sejak 2013, ACT senantiasa menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi Suriah yang berada di dalam negara tersebut maupun di kamp pengungsian di beberapa negara tetangga Suriah.