REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Pesawat-pesawat tempur Suriah terus menggempur daerah kantong milisi di Ghouta timur Suriah yang memasuki hari kelima. PBB mendorong gencatan senjata selama 30 hari di seluruh negeri untuk mengizinkan pengiriman bantuan darurat dan evakuasi medis.
"Ada kebutuhan untuk menghindari pembantaian, karena kita akan dinilai berdasarkan sejarah," kata Utusan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura.
Ia mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera bertindak.Namun belakangan resolusi yang disusun oleh Kuwait dan Swedia gagal lolos karena ditolak oleh Moskow.
Duta Besar Rusia Vassily Nebenzia mengaku akan mengusulkan amandemen teks bersikap realistis.
Baca juga, Suriah Kirim Pasukan Besar ke Ghouta Timur.
Wakil Duta Besar AS untuk Persatuan Bangsa-Bangsa Kelley Currie menuduh Rusia bermaksud menghalangi usaha untuk menghentikan pertumpahan darah di Ghouta timur.
"Yang kami butuhkan adalah penghentian permusuhan yang terus berlanjut dan kami sangat membutuhkannya," kata kepala bantuan PBB Mark Lowcock pada pertemuan tersebut.
Ia mengatakan jutaan warga yang terkepung sangat bergantung pada tindakan Dewan tersebut. Usaha-usaha sebelumnya untuk menghentikan permusuhan di Suriah tidak berjalan dengan baik.
Menurut pemantau perang Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, sedikitnya 416 orang telah terbunuh di Ghouta timur sejak Ahad malam, dengan lebih dari 2.100 orang terluka akibat serangan militer Suriah dan sekutu-sekutunya.
Pesawat telah menyerang daerah pemukiman di daerah kantong pemberontak dengan jumlah penduduk 400 ribu. Menurut Badan Amal Medis serangan menghancurkan belasan rumah sakit sehingga tidak memungkinkan untuk merawat korban luka.
Kordinator kemanusiaan PBB untuk Suriah,Panos Moumtzis mengatakan bahwa kehidupan keluarga di Ghouta timur tanpa makanan, air atau listrik dan 80 persen populasi kota Harasta tinggal di bawah tanah.
Pekerja bantuan dan penduduk mengatakan helikopter tentara Suriah telah menjatuhkan "bom laras" di pasar dan pusat kesehatan.