REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Situasi perang saudara di Suriah semakin meningkatkan krisis kemanusiaan bagi warga sipil setempat. Salah satu wilayah yang sekarang terimbas serangan dari pemerintah Suriah adalah Ghouta timur.
Berbagai lembaga swadaya masyarakat telah menuju negara tersebut untuk menyalurkan bantuan. Di antaranya berasal dari Indonesai, yakni Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Menurut koordinator Tim SOS Suriah ke-14, Rahadiansyah, fasilitas pelayanan kesehatan untuk umum mengalami gempuran terparah di Ghouta timur. Padahal, rumah sakit adalah satu-satunya tempat netral.
"Menghantam rumah sakit merupakan aroma kematian warga sipil tak bersalah," kata Rahadiansyah dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (25/2).
Dia menjelaskan, tim ACT sejak Sabtu (24/2) telah berada di wilayah perbatasan Turki dengan Suriah. Rahadiansyah mengaku, mendapatkan informasi dari mitra-mitra ACT di Suriah mengenai situasi di Ghouta timur yang diserang besar-besaran sejak sepekan terakhir.
Ironi kekejaman konflik di wilayah Ghouta Timur membuat hati bergidik. Serangan yang bertubi-tubi menyasar hingga ke bangsal-bangsal rumah sakit atau fasilitas medis. Peluru dan artileri berat yang dijatuhkan dari langit memporak-porandakan rumah sakit yang ada, papar dia.
Akibat serangan yang berlangsung terus menerus itu, lanjut dia, warga sipil Ghouta timur menderita. Ribuan pasien terbaring tidak berdayadan luka-luka. Di saat yang sama, roket dan bom yang dijatuhkan tepat di atas pemukimanwarga setempat meledak keras. Dari balik runtuhan bangunan, evakuasi dilakukan.
Rahadiansyah menyampaikan laporan terkini mitra ACT yang berbasis di wilayah Ghouta. Kata dia, fasilitas medis di Ghouta Timur sudah dalam kondisi kritis. Makin hari,makin banyak rumah sakit yang diserang, ambruk, dan rata dengan tanah, ujarnya.
Data sementara dari seorang mita ACT, Abdul, menyebutkan, tidak kurang dari 22 unit rumah sakit dan klinik hancur akibat serangan yang terjadi di Ghouta Timur. "Padahal, rumah sakit di Ghouta pun tak terlalu besar. Mungkin lebih tepat disebut mini klinik," kata Abdul, seperti dikutip dalam rilis ACT.
Sekarang, hanya tiga unit rumah sakit yangberoperasi penuh di Ghouta. Namun, menurut Abdul, ketiganya tidak lagi layak untuk menampung jumlah pasien daruratyang semakin bertambah banyak.
"Tak ada yang bisa menjamin jika hari berikutnya tiga fasilitas medis yang tersisa bakal tetap bertahan atau bernasib sama dengan rumah sakit lain di Ghouta Timur,"kata Abdul dalam laporannya.
Sementara itu, gelombang pengungsian mulai bergerak keluar dari Ghouta untuk mencari perlindungan di Idlib. Adapun pergerakan ACT sampai saat ini terus berupaya memasuki wilayah Suriah. Rahadiansyah memaparkan, pihaknya telah memastikan bekerja sama dengan mitra setempat di Ghouta.
Sejalan dengan aksi di perbatasan Suriah dekat Idlib, Insya Allah mitra ACT sedang memulai aksi distribusi paket pangan untuk ratusan keluarga di Ghouta Timur. "Kabarnya di tengah gempuran rezim, semakin banyak keluarga yang mengungsi di bawah (tanah), di dalam bungker yang mereka buat untuk berlindung diri dari serangan rezim," ungkap Rahadiansyah.
"Insya Allah, kami akan memulai distribusi bantuan pangan dan musim dingin untuk ratusan keluarga pengungsi Suriah di perbatasan," ujarnya.
Seperti diketahui, pada Sabtu (24/2)lalu, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) merilis mengungkapkan, lebih dari 500 jiwa meregang nyawa akibat serangan yang berlangsung atas wilayah Ghouta timur. Sebanyak 120 orang di antaranya merupakan anak-anak.