Senin 26 Feb 2018 18:37 WIB

ACT Berencana Bangun Indonesia Humanitarian Center di Suriah

Konflik di Suriah tidak ada jaminan akan berhenti dua atau tiga tahun lagi.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Presiden ACT Ahyudin (kiri) dan Senior Vice President ACT Syuhelmaidi Syukur
Foto: Maman Sudiaman/Republika
Presiden ACT Ahyudin (kiri) dan Senior Vice President ACT Syuhelmaidi Syukur

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah memberangkatkan Tim Sympathy of Solidarity (SOS) Suriah XIV untuk merespons cepat dampak konflik perang di Ghouta Timur, Suriah. Dalam waktu dekat, ACT akan menyalurkan bantuan logistik dan obat-obatan. Untuk bantuan jangka panjang, ACT berencana membangun Indonesia Humanitarian Center (IHC) di Suriah.

Senior Vice President ACT, Syuhelmaidi Syukur mengatakan, ACT berencana membangun IHC, semacam pusat kemanusiaan Indonesia di perbatasan Turki dan Suriah. ACT akan menyiapkan gudang logistik di IHC untuk memenuhi kebutuhan logistik masyarakat di wilayah konflik. Rencananya, ACT akan menyiapkan tempat seperti shelter untuk menampung korban konflik.

"Juga akan menyiapkan rumah sakit atau klinik dan kebutuhan lainnya, agar IHC menjadi tempat penampungan pengungsi terbaru yang dikelola oleh masyarakat Indonesia," kata Syuhelmaidi kepada Republika.co.id, di Kantor ACT, Jakarta, Senin (26/2).

Dikatakan Syuhelmaidi, pihaknya tidak bisa tinggal diam melihat konflik di Suriah yang berkepanjangan. Konflik di Suriah tidak ada jaminan akan berhenti dua atau tiga tahun lagi. Eskalasi konflik sangat luar biasa karena pemerintah dan oposisi selama tujuh tahun terakhir tidak ada kata sepakat.

Selain itu, banyak pihak yang terlibat di dalamnya. ACT melihat konflik Suriah akan berlangsung sangat lama. "Oleh karena itu ACT berpikir jangka panjang juga, bagaimana kita sebagai bangsa Indonesia bersama-sama mengangkat bendera kemanusiaan membantu saudara-saudara kita dalam waktu jangka panjang," ujarnya.

photo
Jasad warga Sriah yang terbunuh dalam serangan udara dan roket oleh pasukan pemerintah di Ghouta, pinggiran Damaskus, Suriah, Rabu (21/2).

 

Syuhelmaidi menceritakan, Ghouta Timur sudah dikepung lima tahun yang lalu. Kurang lebih 46 kali wilayah Ghouta Timur diserang oleh rezim penguasa. Saat ini, ada 400 ribu jiwa yang bertahan di Ghouta. Mereka tidak bisa ke mana-mana karena Ghouta merupakan wilayah yang tertutup.

Karena wilayah Ghouta tertutup, maka setiap kali terjadi penyerangan akan terjadi tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan. Mereka tidak bisa ke mana-mana, sehingga mereka harus menghadapi serangan-serangan yang datang bertubi-tubi.

"Kita semua tahu yang menjadi korban adalah mereka yang lemah khususnya anak-anak. Dari 730 korban konflik perang, separuhnya adalah anak-anak," ujarnya.

Dia mengatakan, keberadaan ACT di wilayah Gohuta untuk membantu dan menyelamatkan saudara-saudara yang menjadi korban konflik perang. ACT akan berupaya sebisa mungkin agar mereka yang tinggal di Ghouta segera mendapat pasokan logistik dan obat-obatan yang cukup.

Di Ghouta banyak rumah sakit yang dibom. Berdasarkan data terakhir yang diperoleh ACT, ada 23 rumah sakit yang sudah hancur. Kini tinggal tiga rumah sakit yang beroperasi. Artinya wilayah ini sudah sangat kekurangan tempat untuk merawat orang-orang yang sakit dan terluka

Bahkan, 400 ribu orang di Ghouta banyak yang tinggal di bunker. Mereka tidak bisa laluasa bergerak, pasokan makanan dan obat-obatan bergantung dari luar. "Oleh karena itu keberadaan kita sangat penting di wilayah tersebut untuk meringankan beban mereka," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement