Selasa 27 Feb 2018 13:04 WIB

Inggris: Selidiki Penggunaan Senjata Kimia di Ghouta Timur

Rezim Assad hanya mengizinkan satu konvoi PBB masuk ke Ghouta.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Dua orang anak memperoleh penanganan medis setelah terpapar gas beracun di Desa Shifunieh, Ghouta Timur, Suriah, Ahad (25/2).
Foto: Mohammed Badra/EPA-EFE
Dua orang anak memperoleh penanganan medis setelah terpapar gas beracun di Desa Shifunieh, Ghouta Timur, Suriah, Ahad (25/2).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson meminta digelarnya penyelidikan terkait laporan penggunaan senjata kimia di Ghouta Timur, Suriah. Hal ini ia ungkapkan ketika berbicara di parlemen Inggris, Senin (26/2).

"Saya meminta agar laporan ini diselidiki sepenuhnya dan siapa pun yang bertanggung jawab atas penggunaan senjata kimi di Suriah harus dimintai pertanggungjawabannya," kata Johnson, dikutip laman Anadolu Agency.

Hingga saat ini, Johnson meyakini, rezim Presiden Bashar al-Assad adalah pihak yang bertanggung jawab atas dugaan penggunaan senjata kimia di Ghouta Timur.

 

"Saya pikir jika OPCW (Organisasi Larangan Senjata Kimia) menghasilkan bukti yang tak terbantahkan tentang penggunaan senjata kimia oleh rezim Assad atau pendukungnya, maka saya pasti akan berharap Barat melakukan banyak hal dan tidak tinggal diam," ujarnya.

Ia mengatakan, perang sipil Suriah menewaskan sedikitnya 400 ribu orang dan memaksa 11 juta penduduknya mengungsi.

 

Perang ini telah memicu tragedi kemanusiaan dalam skala yang tidak diketahui di tempat lain di dunia ini. "Parlemen tidak boleh lupa rezim Assad, dengan bantuan serta sokongan oleh Rusia dan Iran, telah menimbulkan beban penderitaan luar biasa," kata Johnson.

Hal ini masih berkecamuk di Ghouta Timur. Di sana 393 ribu orang hidup dalam pengepungan dan harus menanggung serangan udara mematikan oleh rezim Assad. Warga sipil kelaparan dan dituntut untuk tunduk.

Menurut Johnson, yang ironi dari krisis di Ghouta adalah pada Mei tahun lalu Rusia dan Iran mengumumkan daerah tersebut merupakan zona deeskalasi. Kedua negara bahkan berjanji akan membuka dan menjamin akses bantuan kemanusiaan ke sana.

"Tapi yang sesungguhnya, rezim Assad hanya mengizinkan satu konvoi PBB untuk memasuki Ghouta Timur sejauh tahun ini. Dan konvoi itu hanya membawa pasokan (bantuan) untuk sebagian kecil penduduk," kata Johnson mengungkapkan.

Baca juga, Suriah Kirim Pasukan Besar ke Ghouta Timur.

 

Terkait hal ini, Johnson mengaku telah menjalin komunikasi dengan beberapa mitranya, antara lain Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel, dan Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri. Ia juga akan menjalin komunikasi dengan mitra-mitranya di Eropa untuk membahasi krisis di Ghouta Timur.

"Inggris telah bergabung dengan sekutunya untuk memobilisasi Dewan Keamanan PBB menuntut gencatan senjata di seluruh Suriah, kemudian menyalurkan segera bantuan darurat kepada mereka yang membutuhkan," ujar Johnson.

Sejak pekan lalu, Ghouta Timur dibombardir oleh serangan udara, yakni berupa bom dan artileri. Serangan tersebut dilakukan pemerintah Suriah dan sekutunya dengan maksud membebaskan Ghouta dari kontrol kelompok pemberontak.

 

Namun serangan udara bertubi-tubi itu turut memakan korban sipil. Lebih dari 400 orang dilaporkan tewas sejak serangan udar mulai dilancarkan pekan lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement