Selasa 27 Feb 2018 17:55 WIB

Gencatan Senjata di Ghouta Timur Dimulai

Rusia dinilai membeli pilihan sulit kepada warga Ghouta.

Dua orang anak memperoleh penanganan medis setelah terpapar gas beracun di Desa Shifunieh, Ghouta Timur, Suriah, Ahad (25/2).
Foto: Mohammed Badra/EPA-EFE
Dua orang anak memperoleh penanganan medis setelah terpapar gas beracun di Desa Shifunieh, Ghouta Timur, Suriah, Ahad (25/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Gencatan senjata lima jam yang diminta Rusia dimulai pada Selasa di wilayah Ghouta timur dekat Damaskus, Suriah. Gencatan bertujuan memberi warga kesempatan lari dari wilayah serangan hebat pemerintah yang didukung Moskow.

Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan gencatan senjata dari jam 09.00 hingga 14.00 waktu setempat (14.00 sampai 19.00 WIB) dan pembentukan koridor kemanusiaan untuk memberi kesempatan warga sipil meninggalkan daerah tersebut.  Serangan bombardir pemerintah setempat telah membunuh ratusan orang sejak 18 Februari.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan ketenangan tersebut berlaku di Ghouta timur sejak tengah malam, meskipun empat roket telah menyerang Kota Douma di pagi hari.

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pada Senin, gencatan senjata ini dimaksudkan untuk membantu warga sipil pergi serta mengevakuasi orang sakit dan terluka.

Namun juru bicara Failaq al-Rahman, salah satu kelompok pemberontak utama di Ghouta timur, menuduh Rusia memberi penduduk dengan pilihan pemindahan paksa atau terbunuh dalam pengeboman dan pengepungan. Ini merupakan kejahatan Rusia.

Ghouta Timur adalah benteng besar terakhir di dekat Damaskus dari aksi pemberontakan untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad yang telah menggerakkan para pemberontak dari berbagai daerah.

Sebuah resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang disahkan pada Sabtu telah menuntut gencatan senjata selama 30 hari di seluruh Suriah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement