Rabu 28 Feb 2018 11:14 WIB

Konflik Yaman, Rusia: Setop Cari Kambing Hitam

Konflik Yaman sangat rumit mendorong kebutuhan untuk perdamaian tanpa prasyarat.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Anak-anak di tengah konflik di Yaman.
Foto: reuters
Anak-anak di tengah konflik di Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Utusan Permanen Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya mengatakan masyarakat global harus berusaha mendorong proses perdamaian di Yaman daripada hanya mencari kambing hitam. Hal ini disampaikannya dalam sebuah pertemuan Dewan Keamanan PBB.

"Upaya meluncurkan proses perdamaian yang berarti, telah gagal sejauh ini. Sementara situasi di Yaman, yang pertama dan terutama, situasi kemanusiaannya, telah menjadi bencana besar," kata Nebenzya, seperti dilaporkan kantor berita Tass.

"Konflik Yaman sangat rumit mendorong kebutuhan untuk mencari proses perdamaian tanpa prasyarat, daripada mencari kambing hitam dengan mencoba menyesuaikan hasil yang diinginkan dengan rencana geopolitik seseorang," papar dia.

Nebenzya mengapresiasi upaya memperbaiki situasi kemanusiaan di Yaman yang dilakukan oleh PBB dan beberapa negara, termasuk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Namun, ia menekankan bantuan kemanusiaan saja tidak dapat membantu menemukan solusi jangka panjang yang layak.

"Situasi ini perlu dibawa ke jalur politik. Di bawah keadaan kritis saat ini, penting bagi PBB untuk memiliki rencana tindakan yang jelas," ungkap Nebenzya.

Utusan Khusus PBB untuk Yaman, Ismail Ould Cheikh Ahmed, masa jabatannya telah berakhir pada akhir Februari ini dan akan digantikan oleh Martin Griffiths. Menurut Nebenzya, banyak hal akan tergantung pada ketegasan Griffiths sebagai utusan baru PBB.

"Kami mengharapkan dia mengadakan konsultasi dengan semua pihak dalam konflik tersebut dan mengetahui rencana tindakannya yang dapat dimasukkan ke dalam laporan berikutnya kepada Dewan Keamanan," kata Nebenzya.

Perang antara pemerintahan sah Yaman dan pemberontak Houthi telah berkecamuk sejak Agustus 2014. Konflik tersebut memasuki fase aktif ketika koalisi pimpinan Arab Saudi ikut menyerbu negara tersebut.

Arab Saudi, yang didukung oleh angkatan udara Bahrain, Qatar, Kuwait, dan UEA, terlibat dalam operasi militer melawan para pemberontak. Mesir, Yordania, Maroko, dan Sudan juga merupakan bagian dari koalisi tersebut.

Menurut Pusat Hak Asasi Manusia dan Pembangunan Yaman, dalam 800 hari pertama serangan, lebih dari 12.500 warga sipil terbunuh. PBB mengatakan sepertiga penduduk Yaman atau sebanyak 22,2 juta orang membutuhkan bantuan, sementara tujuh juta orang menghadapi risiko kelaparan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement