REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Ribuan pengungsi Rohingya yang hendak direpatriasi memutuskan kembali ke tenda-tenda pengungsian di Bangladesh. Keputusan tersebut diambil karena Myanmar dinilai belum memberikan jaminan keselamatan kepada mereka bila kembali ke desanya masing-masing.
Mayor Iqbal Ahmed, seorang pejabat senior penjaga perbatasan Bangladesh, pada Selasa (27/2) malam, mengatakan, terdapat sekitar 2.000 pengungsi yang kembali ke tenda-tenda pengungsian. Sebelumnya mereka telah tinggal di zona tak bertuan di antara perbatasan Bangladesh dan Myanmar.
Dalam foto file bulan September 2017, sejumlah pengungsi perempuan Muslim Rohingya berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Balukhali, Bangladesh.
Mereka meninggalkan tempat itu dalam ketakutan. Sekarang ada sekitar 2.500-3.000 orang di lahan tak bertuan itu. "Kami berbicara dengan beberapa orang dari mereka dan meminta mereka kembali,tapi mereka bilang tidak bisa," ungkap Ahmed.
Baca juga, Militer Myanmar Sebut tak Ada Rohingya yang Terbunuh.
Dil Mohammed, seorang pemimpin pengungsi Rohingya yang tinggal di zona tak bertuan di antara perbatasan Bangladesh dan Myanmar mengatakan, sebuah pertemuan dengan tokoh masyarakat Rohingya yang dijanjikan pemerintah Myanmar tidak terwujud. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang jaminan keselamatan mereka.
"Kami terus menerus takut. Kami tidak akan pergi ke kamp-kamp," kata Mohammed mengacu pada kamp-kamp sementara yang telah dibangun Myanmar untuk menampung pengungsi yang akan dipulangkan.
Menurut Mohammed, dengan tidak adanya komunikasi antara Pemerintah Myanmar dan tokoh Rohingya, sangat riskan bagi para pengungsi untuk kembali ke desanya. "Tidak ada jaminan untuk hidup. Kami membutuhkan keamanan dan semua hak dasar, termasuk kewarganegaraan, sepertikomunitas lain yang diberikan oleh pemerintah Myanmar," ujarnya.
Juru bicara pemerintah Myanmar ZawHtay, pada Rabu (28/2), telah menanggapi tentang kembalinya ribuan pengungsi Rohinga ke tenda-tenda pengungsian di Bangladesh. Menurut Zaw Htay, zona tak bertuan yang ditempati para pengungsi termasuk dalam teritorial Myanmar.