REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menawarkan pengakuan kepada Taliban sebagai kelompok politik yang sah. Hal itu sebagai bagian dari proses politik yang diajukan yang dapat menyebabkan perundingan perdamaian yang bertujuan mengakhiri lebih dari 16 tahun perang.
Dalam pertemuan yang disebut Proses Kabul pada Rabu (28/2) di negara-negara yang terlibat, Ghani mengusulkan sebuah gencatan senjata dan pelepasan tahanan. Dia mengatakan siap menerima peninjauan kembali konstitusi sebagai bagian darisebuah perjanjian dengan Taliban. Pertemuan tersebut bertujuan membangun sebuah platform untuk perundingan damai.
Afghanistan telah lama mengharapkan adanya proses perundingan damai dengan Taliban, namun kelompok militan tersebut tetap keras kepala mengenai proses perdamaian. Rakyat Afghanistan memandang upaya Kelompok Koordinasi Empat-Pihak (QCG) dengan optimisme untuk membawa kelompok gerilyawan itu ke meja perundingan. QCG terdiri dari Afghanistan, Pakistan, Cina dan Amerika Serikat (AS).
Kelompok tersebut sempat mengusulkan pembicaraan antara Taliban dan pemerintah Afghanistan pada Maret 2016, namun Taliban menolaknya. Kelompok tersebut menolaknya dalam sebuah pernyataan dan mengatakan upaya perdamaian tersebut adalah perbuatan yang tak berarti. Namun rakyat Afghanistan dari segala lapisan masyarakat berharap upaya perdamaian yang didukung masyarakat internasional itu akan secara bertahap mulai membuahkan hasil. Tawaran terbaru dari presiden Afghanistan tersebut belum ditanggapi oleh Taliban.