REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan (DK) PBB pada Rabu (28/2) menyampaikan kekecewaan sehubungan dengan kegagalan untuk melaksanakan resolusi yang menyerukan gencatan senjata di seluruh Suriah.
Pada Sabtu (24/2), DK PBB mensahkan Resolusi 2401, yang menyerukan gencatan senjata "tanpa penundaan" selama setidaknya 30 hari di seluruh Suriah. Hal itu guna mengirim bantuan kemanusiaan dan mengungsikan orang yang sakit parah dan cedera. "Kami berada di sini lagi hari ini karena jeda singkat yang secara bulat anda tuntut baru dua hari lalu di dalam Resolusi 2401 belum terwujud," kata Jeffrey Feltman, Wakil Sekretaris Jenderal PBB bagi Urusan Politik, kepada DK PBB.
"Tak ada kata-kata untuk menyampaikan kekecewaan kami sehubungan dengan kegagalan kolektif masyarakat internasional guna mengakhiri perang ini. Tapi kekecewaan bukan apa-apa dibandingkan dengan penderitaan dan kehancuran yang datang tanpa-henti kepada rakyat Suriah," kata Feltman.
Serangan udara, pemboman dan serangan darat terus berlanjut di Suriah sementara laporan beredar mengenai serangan gas klorin lagi. "Apa yang kami perlukan ialah pelaksanaan (Resolusi) 2401, dan itu tidak terjadi," ujarnya.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB Urusan Kemanusiaan Mark Lowcock mengatakan lebih dari 580 orang dilaporkan telah tewas dan lebih dari 1.000 orang lagi cedera akibat serangan udara dan darat ke Ghouta Timur sejak 18 Februari. Peristiwa itu ketika tentara pemerintah meningkatkan upaya untuk merebut kembali kubu gerilyawan itu.
Pada saat yang sama, katanya, ratusan roket dari Ghouta Timur ke dalam wilayah Ibu Kota Suriah, Damaskus, dilaporkan telah menewaskan 15 orang dan melukai lebih dari 200 orang lagi.
Lowcock mengatakan rombongan PBB sudah pergi ke 10 lokasi terkepung yang sulit dicapai. Semua itu meliputi rombongan 45-truk dengan bantuan untuk 90 ribu orang di Ghouta Timur. Namun para pekerja kemanusiaan PBB belum diberi izin untuk memasuki lokasi tersebut sejak pengesahan Resolusi 2401. Tak ada warga sipil yang bisa meninggalkan Ghouta Timur dan tak ada peningkatan kondisi kemanusiaan di daerah kantung utama terakhir yang dikuasai gerilyawan.
Duta Besar Suriah di PBB Bashar Ja'afari mengatakan tanggung-jawab utama bagi dihentikannya permusuhan berada pada "kelompok yang memiliki pengaruh atas kelompok teror". "Kami tak bisa melakukannya sendirian. Kalian perlu memiliki komitmen dari pendukung pelaku teror ini di Ghouta Timur untuk melaksanakan resolusi itu, yang berarti dihentikannya pengiriman senjata," kata utusan Suriah tersebut.