Senin 05 Mar 2018 14:54 WIB

Pengembangan Rudal Membuat Iran Terancam Sanksi Baru

Pengembangan rudal dianggap taksesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Joko Sadewo
Rudal jarak jauh Iran. (ilustrasi)
Foto: IRNA
Rudal jarak jauh Iran. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  PARIS -- Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian memperingatkan Iran tentang sanksi baru yang berpotensi dijatuhkan kepadanya, terkait pengembangan rudal balistik. Menurut Le Drian, proyek rudal tersebut tak sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB.

Ada program rudal yang bisa menempuh jarak beberapa ribu kilometer, yang tidak sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB, dan melebihi kebutuhan untuk mempertahankan wilayah perbatasan Iran. Jika tidak dibatasi, negara ini berisiko dijatuhi sanksi baru, kata Le Drian, sebelum bertolak ke Iran pada Ahad (4/3), dikutip laman Asharq Al-Awsat.

Dalam kunjungannya ke Iran, Le Drian akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif. Selain isu program rudal balistik Iran, selama kunjungannya Le Drian akan membahas beberapa isu lain, seperti krisis Suriah serta isu-isu regional lainnya, di mana Iran terlibat di dalamnya. Mencakup krisis di Yaman,Libya, dan Irak.

Iran dan lima negara kekuatan dunia, yakni Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Rusia, Cina, ditambah Jerman dan Uni Eropa telah menyepakati sebuah kesepakatan nuklir.Kesepakatan ini ditandatangani pada Oktober 2015 dan mulai dilaksanakan pada awal 2016.

Kesepakatan nuklir Iran tercapai melalui negosiasi panjang dan alot. Tujuan dari kesepakatan ini adalah satu, yakni memastikan bahwa penggunaan nuklir Iran hanya terbatas pada kepentingan sipil dan bukan untuk keperluan militer. Imbalannya adalah sanksi dan embargo ekonomi terhadap Teheran akan dicabut.

Namun dalam kesepakatan nuklir tersebut memang tidak disinggung perihal pengembangan rudal balistik yang saat ini tengah gencar dilakukan Iran. Hal ini kemudian memicu protes, terutama oleh Presiden AS Donald Trump. Ia menilai kesepakatan nuklir Iran yang disepakati pada era Barack Obama cacat dan harus direvisi.

Pada pertengahan Oktober 2017, Trump menolak memperpanjang kesepakatan nuklir tersebut. Ia menuding Iran telah melanggar kesepakatan dengan membangun senjata nuklir berbahaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement