REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV--- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengadakan pembicaraan pada Senin (5/3). Pertemuan tidak membahas soal memulai kembali perundingan damai Israel-Palestina, tapi memproyeksikan sebuah front yang sama terhadap Iran.
Pejabat AS dan Israel menyebutkan agenda utama perundingan adalah tekanan Trump untuk mengubah atau membatalkan kesepakatan nuklir Iran 2015, dengan kekuatan dunia. Selain itu, membahas juga soal kekhawatiran mengenai dukungan Teheran di Suriah.
Trump dan Netanyahu telah lama mengkrtik kesepakatan tersebut. Alasannya, durasi yang terbatas dan fakta bahwa resolusi nuklir Iran tidak mencakup program rudal balistik, atau dukungannya untuk militan anti-Israel di wilayah tersebut.
Trump telah mengancam untuk menarik diri dari kesepakatan tersebut, kecuali jika sekutu Eropa membantu memperbaiki isi kesepakatan tersebut. Seorang pejabat Israel mengatakan Netanyahu dan Trump kemungkinan akan berbicara tentang bagaimana mengatasi perlawanan Eropa terhadap masalah ini.
"Saya berniat untuk membahas serangkaian masalah dengan Trump, terutama Iran, agresinya, ambisi nuklir, dan tindakan agresif di Timur Tengah, termasuk di sepanjang perbatasan kita," ujar Netanyahu sebelum keberangkatannya.
Israel telah menuduh Teheran berusaha memperoleh kehadiran militer permanen di Suriah. Pasukan yang didukung Iran mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam sebuah perang sipil.
Netanyahu juga memperingatkan bahwa Israel dapat bertindak melawan Iran, setelah sebuah pesawat tak berawak Iran terbang ke Israel bulan lalu. Termasuk sebuah pesawat tempur Israel ditembak jatuh saat mengebom pertahanan udara di Suriah. Dia telah menuduh Iran berencana membangun pabrik peluru kendali presisi di Lebanon, di tengah ketegangan di sepanjang perbatasan tersebut.
"Kami ingin tahu dan kita harus tahu, apa posisi AS jika kita melakukan konfrontasi yang lebih luas dengan Iran," ujar Wakil Menteri kabinet Israel dan mantan Duta Besar Israel untuk Washington, Michael Oren kepada Saluran TV 13 Israel pada Ahad.
Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson telah meminta Iran untuk menarik militer dan milisi dari Suriah. Tapi dengan adanya Rusia di Suriah maka tidak jelas langkah praktis apa yang bisa diambil Washington untuk meredakan kekhawatiran Israel.
Tidak ada pengumuman atau terobosan besar yang diharapkan atas pertemuan Trump dengan Netanyahu. "Ini adalah pertemuan rutin ," kata seorang pejabat AS atas kunjungan kedua Netanyahu ke Gedung Putih.
Namun, bagi Netanyahu, pertemuan ke kantor Trump dan menyapa kelompok lobi pro-Israel AIPAC menawarkan sebuah penyelesaian dari masalah hukumnya.
Netanyahu menunggu keputusan dari Jaksa Agung Israel terkait kasus korupsinya seperti yang direkomendasikan polisi dalam dua kasus penyuapan. Netanyahu membantah melakukan kesalahan.
Pejabat AS mengatakan kasus tersebut diharapkan tidak mempengaruhi pembicaraan Netanyahu, yang mencakup pertemuan dengan anggota Kongres.
Seorang pejabat AS mengatakan, pemerintah Trump tetap berharap orang-orang Palestina dapat diajak kembali ke dalam perundingan damai. Walaupun ia mengakui tidak ada pertanda bahwa hal itu akan segera terjadi dalam waktu dekat.
Beberapa analis percaya kemampuan Kushner untuk mengupayakan perdamaian Timur Tengah semakin terhalang oleh hilangnya akses terhadap intelijen AS, karena tidak memiliki izin keamanan penuh.
"Pemerintah Trump tidak memiliki rencana untuk membahas proposal perdamaian saat kunjungan Netanyahu. Tapi kami berkomitmen terhadap perdamaian seperti biasa. Tim Kushner sedang menyusun rencananya kami akan merilis saat waktunya tepat," kata pejabat AS tersebut.
Pejabat AS menambahkan bahwa pihaknya akan menangani semua masalah utama, termasuk Yerusalem, perbatasan, keamanan dan masa depan pemukiman Yahudi di tanah yang diduduki, dan pengungsi Palestina, dan juga akan mendesak Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya untuk memberikan dukungan keuangan yang signifikan kepada Palestina.