Senin 05 Mar 2018 16:52 WIB

Pemerintah Suriah Tolak Peralatan Kesehatan Masuk Ghouta

Selama dua pekan terakhir, pasukan Suriah dan Rusia membombardir Ghouta Timur.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Petugas Pertahanan Sipil Suriah memadamkan api di sebuah toko yang terbakar karena serangan udara pasukan Suriah dan gerilyawan di Ghouta, pinggiran Damaskus, Selasa (20/2).
Foto: Syrian Civil Defense White Helmets via AP
Petugas Pertahanan Sipil Suriah memadamkan api di sebuah toko yang terbakar karena serangan udara pasukan Suriah dan gerilyawan di Ghouta, pinggiran Damaskus, Selasa (20/2).

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Pemerintah Suriah dilaporkan menolak peralatan kesehatan yang hendak dikirim konvoi bantuan kemanusiaan ke Ghouta Timur. Hal ini berpotensi menambah jumlah warga sipil tewas di daerah tersebut karena tak mendapatkan perawatan kesehatan yang memadai.

"Semua kotak trauma, peralatan bedah, cuci darah, dan insulin ditolak oleh pasukan keamanan Suriah," kata seorang pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Senin (5/3).

Ditolaknya bantuan peralatan kesehatan untuk Ghouta Timur oleh pemerintah Suriah dikhawatirkan akan menambah jatuhnya korban sipil. Sebab terdapat ribuan warga di sana yang dilaporkan sangat membutuhkan perawatan kesehatan memadai setelah serangan udaran tak henti-hentinya menghantam wilayah tersebut.

Apa yang dilakukan pemerintah Suriah juga bertolakbelakang dengan pernyataan PBB. Pada Ahad (4/3)) kemarin, PBB mengatakan pihaknya telah menerima persetujuan untuk mengirim konvoi bantuan kemanusiaan ke Ghouta Timur.

Ghouta Timur merupakan sebuah wilayah yang terletak di dekat ibu kota Suriah Damaskus. Selama lima tahun terakhir, daerah ini dikepung oleh pasukan pemerintah karena dianggap sebagai sarang kelompok pemberontak.

Selama dua pekan terakhir, pasukan Suriah dan Rusia membombardir Ghouta Timur dengan serangan udara. Tak hanya meluluhlantakkan bangunan, serangkaian serangan itu pun telah menyebabkan jatuhnya korban sipil. Sekitar 700 orang dilaporkan telah tewas akibat serangan pasukan Suriah dan Rusia.

Kondisi tersebut memicu kritik dan desakan dunia internasional. Mereka meminta Suriah dan Rusia menghentikan serangan serta memberikan akses penyaluran bantuan kemanusiaan ke Ghouta Timur.

Presiden Rusia Vladimir Putin merespons permintaan dan desakan tersebut dengan memerintahkan dilakukannya gencatan senjata selama lima jam, dimulai sejak pukul 09.00 pagi. Putin mengatakan, selain untuk memberi akses bantuan kemanusiaan, gencatan senjata ini juga bisa dimanfaatkan penduduk sipil meninggalkan daerah yang dikepung tersebut.

Namun gencatan senjata yang hanya berlangsung selama lima jam sehari dikritik berbagai organisasi kemanusiaan internasional. Menurut mereka, waktu tersebut tak akan cukup untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement