Senin 05 Mar 2018 22:15 WIB

Kelompok Lobi Israel di AS Bidik Iran dan Palestina

AIPAC menyusun skema agar AS menyetop bantuan keuangan ke Palestina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Bendera Israel (ilustrasi)
Foto: Antara
Bendera Israel (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kelompok lobi Israel di Amerika Serikat (AS), The American Israeli Public Affairs Committe (AIPAC), menggelar konferensi kebijakan 2018 di Washington, Ahad (4/3). Terdapat beberapa hal yang diagendakan AIPAC pada konferensi ini.

Dilaporkan laman Aljazirah, agenda kunci kongres AIPAC tahun ini adalah mendukung Israel untuk membatasi pengaruh Iran di Timur Tengah. Iran memang dipandang Israel sebagai ancaman terhadap superioritas ekonomi dan militernya di wilayah tersebut.

Dengan dukungan AIPAC saat ini pemerintah AS berupaya membatalkan kesepakatan nuklir Iran yang tercapai pada 2015. Sebab kesepakatan ini membuat Iran leluasa mengembangkan rudal balistiknya tanpa dikenakan sanksi.

Dalam konferensi tersebut, AIPAC akan membahas pula tentang upaya membatasi bantuan finansial AS kepada Otoritas Palestina. Hal ini dilakukan agar Otoritas Palestina tak memiliki daya dan kekuatan untuk melawan pendudukan Israel.

AIPAC pun menyusun skema agar AS menyetop bantuan keuangan kepada keluarga tahanan Palestina yang kini mendekam di penjara Israel. Mereka yang ditahan adalah orang-orang yang melawan pendudukan Israel.

Selama ini, bantuan AS cukup dibutuhkan oleh keluarga tahanan Palestina. Sebab tulang punggung perekonomian mereka telah ditangkap dan dipenjara oleh Israel.

Tak hanya itu, AIPAC juga berencana mematikan gerakan boikot, divestasi, sanksi (BDS). BDS merupakan gerakan perlawanan dan penentangan terhadap pendudukan Israel atas Palestina yang diwujudkan dengan cara pemboikotan secara ekonomi dan budaya.

Pada pertemuan Dewan Pusat Palestina Januari lalu, BDS menjadi salah satu poin pernyataannya. Dewan Pusat Palestina mengadopsi gerakan BDS dan meminta negara-negara dunia menjatuhkan sanksi kepada Israel. Sebab Israel dinilai telah melanggar hukum internasional.

Selain itu tujuan utama AIPAC lainnya pada konferensi tahun ini adalah mengodifikasi komitmen AS untuk memberi Israel 38 miliar dolar dalam 10 tahun ke depan, seperti yang telah dijanjikan mantan presiden Barack Obama. AIPAC menginginkan Kongres AS memberlakukan undang-undang agar dana tersebut tersedia bagi Israel, terlepas dari siapapun yang berada di Gedung Putih.

Agenda ini seharusnya tak sulit diwujudkan mengingat besarnya pengaruh AIPAC di sana. Bila undang-undang tersebut disahkan oleh Kongres, hal ini akan menyulitkan pekerjaan presiden AS di masa mendatang. Sebab dana yang diperuntukkan untuk menyebarkan dan memperkokoh pengaruh AS di Timur Tengah, menjadi milik Israel.

Melalui situsnya, AIPAC telah mendesak anggotanya untuk menghubungi perwakilan kongres masing-masing. Tak hanya agar memuluskan undang-undang terkait, tapi juga agar kongres mendukung gagasan tentang pemberian dana sebesar 750 juta dolar untuk program pertahanan rudal Israel.

Konferensi AIPAC 2018 ini dihadiri sejumlah pejabat tinggi AS, di antaranya Wakil Presiden AS Mike Pence dan Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley. Pence merupakan salah satu pendukung kuat Israel di Gedung Putih. Haley pun demikian. Ia kerap menyuarakan kritik dan protesnya kepada PBB yang dianggap kerap mengambil keputusan diskriminatif dan anti-Israel.

AIPAC didirikan pada 1951 oleh pemimpin Yahudi-Amerika sebagai kelompok kepentingan yang memiliki misi memajukan tujuan Israel di AS. AIPAC telah berkembang menjadi salah satu kelompok lobi paling kuat di Negeri Paman Sam. Hingga saat ini, anggota AIPAC telah mencapi lebih dari 100 ribu orang di seluruh AS.

Adapun pengaruh AIPAC dalam politik Amerika berasal dari sumbangan-sumbangan yang digelontorkan para anggotanya. Uang sumbangan tersebut diberikan kepada mereka yang hendak meraih jabatan politik, baik di tingkat negara bagian maupun nasional.

Pemerintahan Donald Trump saat ini diketahui telah mengabulkan salah satu tuntutan AIPAC, yakni mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember tahun lalu. AS menjadi negara pertama yang melakukan hal ini. Tak pelak keputusan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel memicu kritik serta protes dari dunia internasional, terutama negara-negara Arab dan Muslim.

Keputusan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel memang dilindungi undang-undang. Hal ini pun tak terlepas dari peranan AIPAC. Pada 1995, AIPAC berhasil melobi Kongres untuk memberlakukan undang-undang tentang pemindahan kedutaan besar AS di Israel ke Yerusalem. Undang-undang ini kemudian menjadi undang-undang publik AS.

Setelah lebih dari dua dekade, baru pada era Trump undang-undang ini dieksekusi. Pemerintah AS pun telah mengumumkan bahwa pemindahan kedutaan besarnya di Israel ke Yerusalem akan dilaksanakan pada Mei mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement