REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menyambut dan menyetujui rencana dialog atau negosiasiyang hendak dilakukan pemerintah Afghanistan dengan kelompok Taliban. Namun AS menyatakan, negosiasi tersebut tak dapat melibatkannya.
"Kami tentu saja tidak bisa menggantikan pemerintah dan rakyat Afghanistan," ungkap asisten sekretaris deputi utama urusan Asia Selatan dan Tengah Departemen Luar Negeri AS Alice Wells, dikutip laman The Wall Street Journal, Senin (5/3).
Menurutnya,ini kesempatan baik bagi Taliban untuk mulai berdamai dengan pemerintah. Terlebih tawaran yang diajukan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani agar Taliban mau berunding cukup istimewa.
"Saya pikir ini mungkin mengejutkan Taliban dengan betapa bijaksana dan komprehensif paket yang ditawarkan Presiden Ghani," ujar Wells.
Ashraf Ghani menawarkan perundingan damai dengan Taliban tanpa mengajukan syarat apapun. Pemerintah Afghanistan bahkan siap untuk mengakui Taliban sebagai kelompok politik yang sah.
"Pemerintah menawarkan perundingan damai kepada Taliban tanpa syarat apapun, kata Ghani dalam sambutannya dalam konferensi Kabul Process yang dihadiri pejabat dari 25 negara pada akhir Februari lalu.
Ghani pun mengajukan tawaran gencatan senjata dan pembebasan anggota Taliban yang kini ditahan. Ia juga mengatakan bahwa dirinya siap menerima peninjauan kembali konstitusi sebagai bagian dari sebuah perjanjian dengan Taliban.
Tawaran Ghani ini mewakili pergeseran sikap yang sangat signifikan. Sebab sebelumnya Ghani kerap menyebut Taliban sebagai kelompok teroris dan pemberontak.
Namun Ghani menekankan, kerangka politik untuk perundingan perdamaian harus diciptakan melalui gencatan senjata dan mengakui Taliban sebagai kelompok politik yang sah dengan jabatan politik resmi. Sebagai gantinya, Taliban pun harus mengakui pemerintah Afghanistan dan menghormati peraturan hukumnya.
Kendati demikian, hingga saat ini, Taliban masih menolak pembicaraan langsung dengan pemerintah Afghanistan di Kabul. Namun di sisi lain, Taliban, yang disebut sedang berjuang mengembalikan pemerintahan Islam setelah penggulingan mereka tahun 2001 oleh pasukan pimpinan AS, telah menawarkan pembicaraan langsung dengan AS.