REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pemerintah Sri Lanka mengumumkan keadaan darurat selama 10 hari pada Selasa (6/3). Masa darurat ini akan digunakan untuk mengendalikan penyebaran kekerasan komunal atau lintas agama di negara tersebut.
"Pada sebuah pertemuan kabinet khusus, diputuskan untuk mengumumkan keadaan darurat selama 10 hari guna mencegah penyebaran kerusuhan komunal ke bagian lain negara ini," kata juru bicara pemerintah Sri Lanka Dayasiri Jayasekara.
Pada masa darurat tersebut, pemerintan Sri Lanka juga akan menindak tegas tindakan provokatif melalui jejaring sosial Facebook. "Ini juga memutuskan untuk mengambil langkah tegas terhadap orang-orang yang memicu kekerasan melalui Facebook," ungkap Jayasekara menerangkan.
Selama setahun terakhir, Sri Lanka dilanda ketegangan antara dua komunitas keagamaan, yakni antara kelompok ekstremis Buddha dan Muslim. Sekelompok Buddhis garis keras di negara tersebut menuding orang-orang Muslim memaksa warga di sana untuk memeluk Islam. Tak hanya itu, Muslim pun dituduh telah merusak situs arkeologi Buddhis.
Baru-baru ini segerombolan orang membakar toko milik seorang Muslim di daerah Kandy. Pemerintah Sri Lanka merespons peristiwa itu dengan mengerahkan pasukan dan polisi elite ke lokasi kejadian.
Hal tersebut dilakukan guna mencegah gesekan dan benrtrokan antara umat Buddha Sinhala dan minoritas Muslim. Terkait hal tersebut, pada Senin (5/3), pemerintah telah menerapkan jam malam di daerah Kandy.
Baca juga: Pejabat PBB: Myanmar Lanjutkan Operasi Pembersihan Rohingya