REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Sidang Majelis Umum PBB Miroslav Lajcak pada Kamis (8/3) mengatakan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan 2030 tak bisa dicapai jika hak perempuan ditolak.
"Kita tak bisa mencapai sasaran pembangunan berkelanjutan, atau perdamaian, jika separuh dari penduduk global kita tak diberi kesempatan dan hak," kata Lajcak kepada banyak orang dalam acara PBB untuk memperingati Hari Perempuan Internasional.
"Ini berarti bahwa setiap upaya, ke arah setiap sasaran pembangunan berkelanjutan, harus menjamin kesetaraan dan ketikut-sertaan perempuan," katanya.
Presiden Sidang Majelis Umum PBB itu menyatakan PBB memperingati hari tersebut pada saat "ketidak-setaraan menghadapi ancaman", "kekuasaan tak lagi menjamin kekebalan", dan "kebungkaman tidak mudah diterapkan".
Meskipun menyatakan kesetaraan yang makin besar, namun ia mengatakan upaya belum cukup. "Satu dari tiga perempuan di seluruh telah mengalami pelecehan fisik dan seksual dalam hidup mereka. Lebih dari 700 juta perempuan, yang hidup hari ini, menikah sebelum ulang tahun ke-18," kata Lajcak.
"Dan, dunia kita masih tidak dipimpin oleh perempuan sebanyak oleh lelaki. Dan perempuan hanya mewakili 23 persen dari semua anggota parlemen di seluruh dunia," ujarnya menambahkan.
Presiden Sidang Majelis Umum tersebut mengatakan di PBB hanya 20 persen duta besar yang dikirim untuk mewakili negara mereka. "Ada sangat banyak perempuan, terutama perempuan muda, dan perempuan di daerah pedesaan, yang memiliki gagasan inovatif dan penyelesaian. Tapi mereka belum diberi panggung untuk mengubah semua itu jadi tindakan," kata Presiden Sidang Majelis Umum tersebut.
Lajcak mendesak tindakan lebih lanjut harus dilakukan guna mengubah kecenderungan itu. "Saya ingin bergabung dengan suara lain dalam mengatakan: 'Sekarang lah Waktunya!'," kata Presiden Sidang Majelis Umum tersebut.
Baca juga: Parade Ribuan Perempuan Turki Lawan Kekerasan