REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi PBB untuk masalah pengungsi (UNHCR) menilai, masih "terlalu dini" untuk berbicara soal langkah mengembalikan pengungsi ke Suriah. "Karena keadaan di sana berbahaya dan belum aman," kata Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan Pengungsi (UNHCR), Felippe Grandi, Jumat (9/3).
"Delapan puluh sembilan persen warga Suriah, yang kami survai di Lebanon, mengatakan ingin kembali ke Suriah nantinya, tapi hampir semua mengatakan bahwa saat ini belum tepat," kata dia.
Lebih dari satu juta warga Suriah mengungsikan diri ke negara tetangga, Lebanon, setelah perang meletus pada 2011.Sementara pemerintah Suriah mengambil kembali kendali di lebih banyak wilayah dan pertempuran berakhir di banyak wilayah di Suriah.
"Sejumlah politisi Lebanon meminta pengungsi Suriah kembali ke tanah air mereka. Walaupun beberapa bagian Suriah sudah lebih stabil di bandingkan daerah lain,"kata Grandi, pembicaraan menyangkut pengembalian para pengungsi saat ini "sangat prematur".
"Kita lihat apa yang sedang terjadi saat ini dan kita berpikir lalu apa selanjutnya? Apa yang akan terjadi di Idlib? Apa yang akan terjadi di selatan ... Apa yang akan terjadi di Afrin? Apa yang akan terjadi di daerah-daerah Kurdi?" katanya.
"Keadaan sangat tidak pasti. Jadi, orang masih menunggu," katanya.
Grandi mengatakan UNHCR sedang membuat persiapan bagi pemulangan para pengungsi nantinya dengan mengupayakan sistem untuk menyediakan perumahan, akses pada layanan dan perlindungan hukum di Suriah. "Banyak orang takut diharuskan mengikuti wajib militer dan berperang, jadi kita harus merundingkan masalah-masalah menyangkut amnesti dan pengecualian," ujarnya.
Negara tetangga Suriah, yaitu Yordania, Turki, Irak dan Lebanon, saat ini menampung sekitar 5,6 juta warga Suriah yang mengungsi dari negara mereka yang terkungkung konflik hampir delapan tahun. Grandi mengatakan khawatir bahwa bantuan internasional bagi negara penampung pengungsi Suriah kemungkinan mulai lepas. Ia mendesak dukungan tetap diberikan