Senin 12 Mar 2018 17:45 WIB

Korut Belum Beri Respons Pertemuan dengan Korsel-AS

Analis skeptis tentang apa yang bisa dicapai melalui pertemuan tersebut.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Budi Raharjo
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bertemu dengan Direktur Keamanan Nasional Korea Selatan Chung Eui-yong pada 5 Maret 2018.
Foto: Korean Central News Agency/Korea News Service via AP
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bertemu dengan Direktur Keamanan Nasional Korea Selatan Chung Eui-yong pada 5 Maret 2018.

REPUBLIKA.CO.ID,SEOUL -- Korea Selatan menyebutkan bahwa mereka belum mendapatkan respons dari Pemerintah Korea Utara terkait pertemuan antara pejabat Korsel, Korut dan AS. Menurut Kementerian Penerangan Korsel, kemungkinan itu karena Korut tengah berhati-hati mengatur pendiriannya mengenai pertemuan tersebut.

"Kami belum melihat atau menerima tanggapan resmi dari rezim Korea Utara mengenai KTT Korea Utara-AS. Saya merasa mereka mendekati masalah ini dengan hati-hati dan mereka butuh waktu untuk mengatur pendirian mereka," kata Baik Tae-hyun, juru bicara kementerian, seperti dilansir di CNBC, Senin (12/3).

Presiden AS Donald Trump setuju untuk bertemu dengan pemimpin Korut, Kim Jong Un pada akhir Mei dan kedua Korea akan mengadakan pertemuan puncak pada akhir April. Lokasi pertemuan belum diputuskan untuk KTT Korut-AS. Sementara Kim Jong Un dan Presiden Korsel Moon Jae-in akan bertemu di desa gencatan senjata Panmunjom yang merupakan perbatasan antara kedua Korea.

Korut dan Korsel sepakat untuk mengadakan perundingan kerja untuk memastikan rincian KTT antar-Korea. "Namun kedua Korea belum secara resmi membahasnya sejak delegasi Korsel kembali dari Korut pekan lalu," kata Baik.

Sementara itu, analis skeptis tentang apa yang bisa dicapai melalui pertemuan tersebut, mengingat kompleksitas isu yang terlibat. "Pyongyang mungkin ingin menunggu untuk melihat bagaimana tawaran tersebut diterima di Washington," kata Andray Abrahamian, Research Fellow di Pacific Forum CSIS, kepada BBC.

"Ada sedikit kebingungan dalam pesan dari Gedung Putih, jadi mungkin masuk akal untuk mendapatkan beberapa peraturan dasar yang ditetapkan sebelum mengumumkannya," kata Abrahamian.

Para pengamat terbagi atas apakah perundingan dapat membuka jalan bagi Pyongyang untuk melepaskan ambisi nuklirnya atau apakah Korut hanya mencari kemenangan propaganda dan menghentikan sanksi internasional yang melumpuhkan mereka bertahun- tahun.

"Tujuan jangka pendek mereka untuk mendapatkan keringanan dari sanksi. Banyak pakar tampak jengkel bahwa Kim Jong-un akan menggunakan pertemuan ini untuk propaganda. Ini seharusnya tidak menjadi perhatian besar, karena tidak berarti bahwa AS memberikan persetujuan terhadap sistem politiknya, catatan hak asasi manusia atau program senjata," jelas Abraham.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement