REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- The Stockholm International Peace Research Institute (Sipri) merilis data tentang ekspor-impor persenjataan secara global dalam kurun lima tahun terakhir, yakni antara 2013 hingga 2017. Data tersebut menunjukkan Timur Tengah menjadi pasar utama penjualan senjata oleh Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Sipri, pada Senin (12/3), mengatakan, transfer global sistem persenjataan utama antara 2013 hingga 2017 meningkat sebesar 10 persen dibandingkan periode lima tahun sebelumnya. Di antara dua periode yang telah dicatat Sipri, AS sebagai salah satu eksportir senjata terbesar di dunia, meningkatkan penjualannya sebesar 25 persen.
"Berdasarkan kesepakatan yang ditandatangani selama masa pemerintahan Barack Obama, pengiriman senjata AS pada 2013-2017 mencapai tingkat tertinggi sejak akhir 1990-an," ungkap Direktur Program Pengeluaran Senjata dan Militer Sipri Dr Aude Fleurant, dikutip laman the Guardian.
Menurut Fleurant, selama beberapa tahun mendatang, AS akan tetap menjadi eksportir senjata terbesar di dunia. "Dengan kesepakatan dan kontrak yang ditandatangani pada 2017 ini akan memastikan AS tetap merupakan eksportir senjata terbesar di tahun-tahun berikutnya," katanya menerangkan.
Sejak dilantik pada Januari tahun lalu, Presiden AS Donald Trump juga telah mendorong ekspor senjata AS. Di sela-sela kunjungannya ke Saudi pada Mei tahun lalu, Trump menegosiasikan paket penjualan senjata senilai 110 miliar dolar AS.
Dikutip laman Bloomberg, pemerintahan Trump juga telah meminta atase militer dan para diplomatnya untuk membantu menghidupkan bisnis industri AS di luar negeri.
Berdasarkan data Sipri, senjata-senjata produksi AS telah dikirim ke 98 negara. Namun sebagian besar pasokan senjatanya dikirim ke Timur Tengah yang masih dibekap konflik. Sipri mengatakan Timur Tengah menyumbang 32 persen impor senjata secara global.
Antara tahun 2013 hingga 2017, impor senjata Timur Tengah telah naik berlipat ganda. Selain AS, Inggris, dan Prancis juga menjadi pemasok persenjataan ke wilayah tersebut. Adapun negara yang menjadi pelanggan utama ketiga negara tadi adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir.
Inggris telah meningkatkan kerja sama dalam bidang militer ketika Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman mengunjungi negara tersebut pekan lalu. Inggris diketahui mengekspor hampir setengah dari persenjataannya ke Saudi. Hal ini memang didukung oleh kebijakan Saudi yang meningkatkan impor persenjataannya sebesar 225 persen dalam lima tahun terakhir.
Berdasarkan laporan Sipri, peningkatan impor senjata oleh Saudi dilakukan untuk menyokong kepentingan militernya di Yaman. Saudi telah memulai intervensi militer di negara tersebut sejak 2015. Tujuan dari operasi militer Saudi di Yaman adalah menumpas kelompok Houthi yang didukung Iran. Pertempuran koalisi militer yang dipimpin Saudi dengan Houthi telah menyebabkan Yaman didera krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Hal ini pula yang menjadi titik kritik Sipri. Peneliti senior program pelelangan senjata dan pengeluaran militer Sipri, Pieter Wezeman mengatakan, konflik yang meluas dan tak kunjung usai di Timur Tengah telah memicu perdebatan tentang pembatasan penjualan senjata.
"Konflik kekerasan yang meluas di Timur Tengah dan kekhawatiran tentang hak asasi manusia telah memunculkan perdebatan di Eropa barat dan Amerika Utara tentang membatasi penjualan senjata," kata Wezeman menerangkan.
Kendati demikian perdebatan dan polemik tak menghentikan negara-negara terkait untuk mengekspor senjatanya ke Timur Tengah. "Negara-negara Amerika Utara dan Eropa tetap menjadi eksportir senjata utama di wilayah tersebut dan memasok lebih dari 98 persen senjata yang diimpor Arab Saudi," ungkap Wezeman.
Berdasarkan data Sipri, selain Saudi, negara lain yang meningkatkan impor senjatanya adalah Israel, yakni sebesar 125 persen. Adapun pemasok utama persenjataan ke Israel adalah AS, Jerman, dan Italia.
Negara pengimpor senjata terbesar lainnya adalah India. Berbeda dengan Saudi dan Israel, sebagian besar persenjataan India disuplai oleh Rusia. "Ketegangan antara India di satu sisi dan Pakistan serta Cina di sisi lain, mendorong permintaan senjata-senjata besar oleh India yang belum dapat diproduksinya sendiri," kata peneliti senior Sipri Siemon Wezeman.
Cina menunjukkan tren sebaliknya. Negeri Tirai Bambu memperlihatkan kemampuannya memproduksi kebutuhan persenjataannya sendiri. Tak hanya itu, Cina juga berhasil mengekspor senjata-senjatanya ke sejumlah negara, antara lain ke Pakistan, Bangladesh, dan Myanmar.
Antara tahun 2013 hingga 2017, Cina telah menjadi eksportir senjata terbesar kelima di dunia. Total ekspor senjata Cina setidaknya naik sebesar 38 persen dibandingkan periode 2008 hingga 2012.