REPUBLIKA.CO.ID, KATHMANDU -- Penyidik telah menemukan perekam data penerbangan dari patahan pesawat penumpang Bangladesh yang jatuh, Selasa (13/3). Kecelakaan menewaskan sedikitnya 49 orang, termasuk kru ketika berusaha mendarat di ibu kota Nepal.
Otoritas penerbangan dan bandara di Kathmandu saling menyalahkan satu sama lain setelah terjadinya bencana penerbangan pada Senin. Insiden tersebut adalah yang terburuk sejak kecelakaan pesawat Pakistan International Airlines (PIA) pada 1992 yang menewaskan 167 orang.
"Perekam data penerbangan telah pulih. Kami menyimpannya dengan aman," kata manajer umum bandara tersebut Raj Kumar Chettri menambahkan penyelidikan telah dimulai untuk mencari penyebab kecelakaan tersebut.
Pesawat seri Bombardier Q400 membawa 71 orang dari ibu kota Bangladesh, Dhaka, ketika mencoba mendarat dengan kondisi jarak penglihatan yang menurut pejabat cuaca melampaui enam kilometer. Saat itu awan di salah satu ujung landasan pacu dan angin buritan ringan sekitar enam hingga tujuh knot.
Operator penerbangan maskapai US-Bangla Airlines mengatakan Kapten Abid Sultan, mantan pilot Angkatan Udara Bangladesh telah mendarat lebih dari 100 kali di Kathmandu. Variasi kecepatan angin dan serangan burung-burung seringkali membahayakan di Kathmandu.
Sultan memiliki pengalaman lebih dari 5.000 jam terbang dan dilatih khusus untuk mendarat di bandara tersebut, demikian juru bicara maskapai Kamrul Islam. Maskapai tersebut juga membantah laporan media pesawat tersebut telah tergelincir dari landasan pacu saat melakukan penerbangan domestik pada 2015.