REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, akhirnya memulangkan seorang Asisten Rumah Tangga (ART) perempuan asal Indramayu ke tanah air. Umumnya kasus yang menimpa Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah soal gaji yang tidak atau telat dibayar, hilang kontak dengan keluarga, dan penganiayaan oleh pengguna jasa.
Namun belakangan ini, marak kasus kesulitan pulang yang dialami PMI ke tanah air setelah masa kontraknya berakhir. Hal itu terjadi terutama pascapenghentian total pengiriman PMI untuk sektor domestik ke Arab Saudi. Kasus sulitnya pulang ke tanah air ini dialami oleh ART perempuan bernama Wawas Anulas Sari BT Kandeg.
Wawas, anak pertama dari tiga bersaudara, berangkat ke Arab Saudi pada 2011. Ia berangkat ke sana dengan memalsukan usia yang dibuat lebih tua dalam paspornya.
Terhitung tujuh tahun lamanya ia bekerja pada sebuah keluarga di Jeddah. Selama itu pula, ia tidak pernah pulang dan menengok keluarganya di kampung halaman meskipun, masa kontraknya telah habis.
Sesuai dengan perjanjian yang tertuang di dalam kontrak. PMI berhak mengambil cuti dan pulang ke kampung halamannya setelah menjalani masa kontraknya.
Perempuan berusia 25 tahun itu menuturkan ia telah berkali-kali berusaha berpamitan kepada majikannya agar bisa pulang dan menjenguk keluarganya. Namun, ia hanya dijanjikan saja dan kepulangannya diundur-undur dengan dalih menunggu penggantinya.
"Udah ambil pembantu dari Vietnam, udah satu tahun. Kenapa saya tidak boleh pulang, karena megang (jaga) majikan laki-laki dulu karena lagi sakit," tutur Wawas, saat ia tiba di rumah singgah sementara (shelter) KJRI Jeddah, dalam keterangan rilis yang diterima Republika.co.id dari Staf Informasi dan Urusan Budaya KJRI Jeddah, Selasa (13/3).
Wawas, yang memiliki anak satu ini, mengatakan ia telah berkali-kali menyampaikan kepada majikannya dirinya ingin pulang ke Indonesia karena anaknya tengah sakit-sakitan. Wawas menuturkan, ia meninggalkan anaknya sejak usianya tiga tahun.
Kini, anaknya sudah menginjak usia 10 tahun dan tinggal dengan suaminya di Jakarta. Ia mengaku ingin pulang, karena ia sangat merindukan anak semata wayangnya yang ia tinggalkan bersama suaminya tujuh tahun silam. Bahkan, Wawas mengatakan anaknya tidak mengetahui wajah Wawas hingga sekarang.
"Saya tuh kangen sama anak saya. Mama pulangnya kapan, saya udah kangen mau lihat mama," ujar Wawas menirukan ucapan anaknya.
Menurut Wawas, majikan dan keluarga majikannya cukup baik. Soal gaji yang diberikan dari majikannya pun lancar dan bahkan gajinya dinaikkan.
Ia mengatakan, sebagian besar gajinya telah dikirimkan melalui anak majikannya. Sesuai pengakuannya, upah dari hasil kerja kerasnya itu telah diterima oleh pihak keluarga di kampung halaman untuk membeli beberapa bidang tanah.
"Majikan baik, cuma mau pulang aja gak dipulangin. Majikan saya gak kerja lagi sakit. Udah satu tahun," tambahnya.
Wawas mengaku bingung dan tidak tahu harus bagaimana dan melapor ke mana. Sampai suatu hari, terdapat sebuah pesan singkat yang masuk ke telepon seluler Konsul Jenderal RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin dari salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indramayu. Pesan tersebut berisi pengaduan dari keluarga Wawas.
Pesan itu kemudian diteruskan kepada Staf Teknis Tenaga Kerja (ST Naker) KJRI Jeddah, Mochamad Yusuf. Bersama timnya, ST Naker kemudian bergerak melacak keberadaan Wawas, yang belakangan terdeteksi tinggal di Tahlia, daerah yang tidak jauh dari kantor KJRI Jeddah.
"Saya telepon langsung dia sama pak Suryadi. Saya dapat informasi telepon majikannya. Waktu saya telepon ternyata Wawas yang ngangkat," kata Yusuf.
Yusuf mengatakan, pihaknya kemudian menyiapkan bebrapa opsi untuk mengeluarkan Wawas dari rumah majikannya. Namun, dirinya bersama tim tidak bisa langsung masuk ke rumah majikan. Karena tindakan tersebut di Arab Saudi dianggap sebagai pelanggaran hukum.
"Kami mencoba mendekati rumah majikan dan minta Wawas keluar rumah. Karena terlalu banyak orang lalu-lalang di sekitar rumah majikannya, terlalu riskan. Akhirnya kami menjauh dan minta Wawas keluar rumah dan naik taksi," lanjutnya.
Berbekal uang 50 riyal, Yusuf menuturkan Wawas akhirnya bisa meninggalkan rumah majikannya saat mereka tertidur sekitar pukul 10.00 waktu Saudi. Di hari yang sama, pejabat di bagian tenaga kerja KJRI Jeddah ini juga memanggil majikan Wawas untuk datang ke kantor KJRI Jeddah.
Anak laki-laki majikannya lantas datang mewakili ayahnya yang sudah sakit-sakitan setahun belakangan ini. Yusuf kemudian berbicara secara kekeluargaan dengan pihak majikannya. Menurutnya, mereka menyanggupi untuk memulangkan Wawas dalam tempo dua pekan. Selain itu, majikan tersebut juga diminta untuk membuat ta'ahud (surat perjanjian) dan surat pernyataan, bahwa gaji Wawas memang telah dibayarkan semua.
Berkat upaya dari KJRI Jeddah tersebut, Wawas akhirnya bisa pulang ke Indonesia hari ini, Selasa (13/3) waktu setempat. Yusuf mengatakan, sang majikan tetap menerima jika Wawas harus dipulangkan, meskipun dengan berat hati.
"Dia (majikan) sudah pasti kecewa, karena pembantu sekarang di Arab Saudi sudah menjadi barang langka. Susah mendaptkan penggantinya," kata Yusuf.
Saat melepas keberangkatan Wawas, Konjen Hery didampingi Yusuf berpesan agar Wawas memanfaatkan hasil jerih payahnya selama bekerja di Saudi dengan sebaik-baiknya. Konjen mengatakan, bahwa seberapa pun besarnya uang yang ia dapatkan pasti cepat habis jika hanya digunakan untuk berbelanja.
"Manfaatkan sebagai modal usaha. Buka warung untuk jualan atau apa saja yang bisa menghasilkan," pesan Konjen.