REPUBLIKA.CO.ID, CAMBRIGDE -- Fisikawan visioner Stephen Hawking meninggal dunia di usia 76 tahun. Pria kelahiran 8 Januari 1942 itu dikenal sebagai profesor yang ahli dalam bidang kosmologi dan Fisika teori.
Fisika teori merupakan ilmu yang meliputi model matematika dan abstraksi fisika untuk menjelaskan data eksperimen yang diambil dari alam semesta. Keahliannya dalam bidang itu membawa Hawking pada sebuah teori penciptaan semesta.
Pada 1970, pria lulusan Universitas Oxford, Inggris itu mengungkap teori yang memuat penjelasan tentang bagaimana lubang hitam di angkasa berakhir dan semesta dimulai. Hawking menunjukkan tentang cara lubang hitam alias black hole menelan bintang dengan intensitas yang tinggi hingga membuat tak satu pun cahaya lolos dari daya gravitasinya.
Teori yang berkenaan dengan lubang hitam belakangan dikenal dengan sebutan Radiasi Hawking. Ilmu itu menjelaskan tentang radiasi yang dilepaskan oleh lubang hitam akibat efek kuantum di dekat horizon peristiwa atau suatu daerah di sekitar lubang hitam di mana peristiwa-peristiwa di dalamnya tidak dapat memengaruhi pengamat yang berada di luar.
Radiasi yang dilepaskan dalam jumlah kecil itu dijelaskan oleh persamaan mekanika kuantum, aturan yang mengatur perilaku partikel subatomik. Teori itu sekaligus membuka pintu bagi para fisikawan untuk menjelaskan penyatuan hukum terkait gravitasi, yang merupakan ilmu yang masih harus didalami oleh fisikawan abad 21.
Bersama rekan sesama fisikawan, Roger Penrose, keduanya lantas menjelaskan bagaimana semesta terbentuk melalui teori ledakan besar atau Big Bang. Teori itu menjelaskan sebuah peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta berdasarkan kajian kosmologi mengenai bentuk awal dan perkembangan alam semesta.
Berangkat dari ledakan yang dimulai pada 15 miliar tahun lalu, alam semesta awalnya dalam keadaan sangat panas dan padat, mengembang secara terus menerus hingga hari ini. Teori itu telah memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan.
Sebagai seorang kosmolog, Hawking mempelajari asal usul, struktur ,dan evolusi alam semesta. Dia pernah berkata jika alasannya mempelajari ilmu tersebut sangatlah ringkas.
"Saya mempelajarinya untuk mendapatkan pemahaman yang utuh tentang semesta dan kenapa dia berbentuk seperti ini serta untuk alasan apa dia diciptakan," katanya yang dikutip oleh LA Times, Rabu (14/3).
Kejeniusan pria lulusan Universitas Oxford di Inggris ini terlihat dalam sejumlah bukunya. Karya yang paling terkenal dan meroketkan namanya adalah A Brief History of Time yang diterbitkan pada 1988 lalu. Buku itu menceritakan seputar misteri dunia kosmik.
Di tahun-tahun berikutnya, Hawking kembali menuliskan buku-buku lainnya, seperti Black Holes and Baby Universes and Other Essays (1993), The Universe in a Nutshell (2001), On The Shoulders of Giants (2002), God Created the Integers: The Mathematical Breakthroughs That Changed History (2005) ,The Dreams That Stuff is Made of: The Most Astounding Papers of Quantum Physics and How They Shook the Scientific World (2011), dan My Brief History (2013).
Meski diberkahi dengan kecerdasan berlebih, Hawking menderita gangguan saraf motorik. Penyakit itu membuat tubuhnya mengalami kelumpuhan. Gangguan saraf itu mulai diderita Hawking sekitar 1960an.
Kelumpuhannya itu tidak membatasi Hawking. Dia mengakui hal tersebut justru memberikan dirinya waktu lebih banyak untuk memecahkan sejumlah permasalahan dalam ilmu fisika. Gangguan saraf itu, diakui tidak membuat dirinya menghabiskan waktu sebagai pengajar atau menjalankan kewajiban administratif.
Hawking pernah menulis tentang bagaimana gangguan motorik yang dideritanya memakan hampir seluruh kehidupan dewasanya. Kendati, hal tersebut tidak menghambat dirinya untuk mendapatkan keluarga yang harmonis dan kesuksesan dalam pekerjaan.
"Kehidupan saya menunjukkan jika seseorang tidak bisa kehilangan harapan," katanya.