Rabu 14 Mar 2018 20:43 WIB

Perundingan AS-Turki Ditunda Setelah Tillerson Dipecat

Turki-AS coba atasi sejumlah masalah, terutama soal kelompok YPG/PKK di Suriah Utara.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Budi Raharjo
Menlu Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson
Foto: EPA-EFE/Chris Kleponis
Menlu Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson

REPUBLIKA.CO.ID,ISTANBUL -- Kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Mevlut Cavusoglu ke Washington mungkin akan ditunda setelah Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson dipecat dari jabatannya. Kunjungan tersebut dijadwalkan akan dilakukan pada 19 Maret mendatang.

Presiden AS Donald Trump telah menunjuk Direktur CIA Mike Pompeo sebagai pengganti Tillerson untuk menjadi menlu baru AS. Pengumuman tersebut disampaikan Trump langsung melalui akun Twitter pribadinya, pada Selasa (13/3).

Dalam sebuah konferensi pers bersama dengan Menlu Rusia Sergey Lavrov di Moskow, Cavusoglu mengatakan penundaan kunjungannya bisa terjadi karena adanya perubahan di Departemen Luar Negeri AS. "Kami ingin bekerja sama dengan menlu baru AS dengan nada yang sama," kata Cavusoglu, seperti dilaporkan kantor berita Anadolu.

Turki dan AS telah mencoba mengatasi sejumlah masalah, terutama mengenai kelompok YPG/PKK di Suriah. Kelompok yang dianggap teroris oleh Ankara ini adalah sekutu AS dalam pertarungan melawan ISIS.

Sementara itu, Lavrov justru menuduh AS ingin memecah belah Suriah. "Saya tahu tujuan AS adalah mendirikan sebuah basis militer di Suriah. Mereka beralih ke beberapa metode untuk membuat Suriah terpecah belah," ujar Lavrov dalam konferensi pers itu.

Lavrov juga mengatakan negaranya akan mempercepat pengiriman sistem pertahanan rudal S-400 ke Turki. Rusia diperkirakan akan memulai pengiriman dari sistem pertahanan udara ini pada awal 2020.

"Turki menyatakan keinginan untuk mempercepat pelaksanaannya dan kami berhasil menemukan solusi yang paling tepat karena kami sepakat untuk mempercepat pelaksanaan kontrak, jadi saya pikir kami akan mulai memenuhinya sekitar awal 2020," kata pembantu presiden Rusia untuk kerja sama militer, Vladimir Kozhin.

Desember lalu, Turki mengumumkan mereka telah menyelesaikan kesepakatan dengan Rusia untuk membeli dua sistem S-400 pada awal 2020. Sistem S-400 telah di inventarisasi tentara Rusia sejak 2007.

Sistem rudal ini mampu mendeteksi target sejauh 600 kilometer dan menembak target seperti pesawat siluman dan rudal balistik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement