REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Laporan terbaru yang diterbitkan Land Research Center (LRC) pada Rabu (14/3) mengungkapkan, Israel telah menghancurkan sekitar 5.000 rumah di Yerusalem sejak 1967. Lembaga Palestina tersebut menyatakan, sebanyak 70 ribu warga Palestina di Yerusalem harus mengungsi saat Perang Enam Hari pada tahun itu dan dicegah untuk kembali ke kota.
Laporan itu menambahkan, sekitar 198 ribu penduduk Palestina di Yerusalem juga diusir oleh pasukan Israel pada 1948. Sebanyak 6.000 ribu di antaranya telah meninggalkan wilayah itu sebelum perang Arab-Israel 1948.
Banyak rumah yang ditinggalkan warga Palestina pada 1948 itu yang kemudian ditempati oleh pemukim Yahudi, jumlahnya sekitar 16 ribu rumah. Dalam beberapa dekade terakhir, Israel juga telah melakukan pembongkaran rumah-rumah penduduk Palestina.
Sebanyak 1.706 rumah telah hancur dalam kurun waktu 2000 hingga 2017. Pembongkaran paksa ini membuat 9.422 penduduk Palestina terpaksa mengungsi dan lebih dari setengahnya adalah anak-anak.
Laporan LRC ini dirilis di tengah banyaknya perhatian yang tertuju pada Yerusalem dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini karena keputusan kontroversial Amerika Serikat (AS) untuk mengakui kota tersebut sebagai ibu kota Israel pada Desember lalu.
Saat Israel mencoba memperkuat cengkeramannya di kota suci itu, Israel juga telah melakukan penghacuran rumah dan struktur bangunan milik penduduk Palestina. Alasan utama mereka adalah izin ilegal yang dimiliki para penduduk itu.
Pihak berwenang Israel juga telah mengikuti kebijakan kontroversial untuk menghancurkan rumah-rumah warga Palestina yang diduga telah melakukan serangan terhadap tentara Israel. Saat Israel terus menghancurkan rumah, sekolah, dan fasilitas lainnya, pemerintah Kota Yerusalem justru makin mempersulit warga Palestina untuk bisa mendirikan bangunan baru.
Antara 2010 hingga 2014, hanya 1,5 persen dari semua permohonan izin pembangunan Palestina yang disetujui oleh Israel. Izin untuk satu rumah diperkirakan memakan biaya sebesar 30 ribu dolar AS.
Hanya 12 persen tanah Palestina di Yerusalem Timur yang dapat digunakan untuk pembangunan perkotaan. Selanjutnya, hanya tujuh persen dari wilayah itu yang diperuntukkan bagi properti hunian.
Masalah ini membuat hampir tidak mungkin kebutuhan perumahan penduduk Palestina di Yerusalem dapat terpenuhi. Mereka diperkirakan membutuhkan sekitar 2.000 unit rumah baru per tahun.
Dilansir Aljazirah, menurut LRC, sekitar setengah dari penduduk Palestina di kota itu saat ini tinggal di rumah yang tidak memiliki izin. Hal ini membuat mereka berisiko diusir dari Yerusalem pada masa depan.