REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi akan mengembangkan senjata nuklir bila Iran juga melakukannya. Pernyataan Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman itu meningkatkan prospek konflik di kawasan Timur Tengah. "Saudi tidak bermaksud punya senjata nuklir. Namun kami tidak ragu melakukan yang serupa bila Iran mengembangkan senjata nuklir," kata Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman kepada CBS seperti dikutip Reuters, Kamis (15/3).
Saudi telah lama bersitegang dengan Iran. Kedua negara itu bahkan terlibat perang proksi di Timur Tengah dan wilayah lain termasuk dalam konflik Irak, Suriah, Lebanon dan Yaman. Pangeran Mohammed, yang juga menjabat Menteri Pertahanan Saudi tahun lalu sempat menyatakan akan mengambil tindakan tegas terhadap Iran atas upaya Iran melancarkan serangan ke Haramain, Makkah dan Madinah.
Riyadh juga sempat mengkritisi kesepakatan antara negara-negara Adidaya dengan Tehran pada 2015 untuk mencabut sanksi terhadap Iran dengan syarat Iran menghentikan program nuklirnya. Meskipun hal itu masih dibayangi kemungkinan sanksi yang diusulkan Presiden AS Donald Trump terhadap Teheran.
Pernyataan Pangeran Mohammed juga akan berdampak terhadap Israel, sekutu AS. Israel disebut-sebut mengendalikan senjata nuklir di Timur Tengah. Israel sendiri tidak membantah atau membenarkan rumor itu.
Selama ini, Israel berargumen Iranlah yang mengembangkan senjata nuklir. Israel juga tidak pernah bergabung dalam Perjanjian Non Proliferasi (NPT) nuklir sejak 1970. Israel menyatakan akan mempertimbangkan inspeksi dan menerima pengawasan NPT hanya jika perdamaian antara negara-negara Arab dengan Iran telah tercipta.
Saudi sendiri juga punya rencana mengembangkan energi nuklir berbasis masyarakat sipil sebagai bagian agenda reformasi mereka. Saudi sempat mengatakan hanya ingin mengembangkan nuklir untuk tujuan positif seperti produksi energi.
AS, Korea Selatan, Rusia, Prancis, dan Cina berlomba memenangkan tender untuk membangun reaktor nuklir pertama Saudi yang bernilai miliaran dolar AS. Perusahaan AS sendiri biasanya bersedia mengerjakan pembangunan reaktor bila negara pemberi tender berjanji tidak melakukan pengayaan uranium. Namun Saudi pernah menyatakan tak akan menandatangani kontrak semacam itu.