REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Organisasi Larangan Senjata Kimia (OPCW) telah memulai proses penyelidikan dan pengkajian tentang agen saraf Novichok. Pengkajian ini dilakukan atas permintaan pemerintah Inggris setelah insiden penyerangan dua warganya awal Maret lalu.
"Tidak ada catatan kelompok agen saraf Novichok yang telah dinyatakan oleh Negara Pihak pada Konvensi Senjata Kimia," kata OPCW dalam siaran persnya pada Jumat (16/3), dikutip laman kantor berita Rusia TASS.
Hampir semua negara di PBB adalah anggota OPCW, kecuali Mesir, Israel, Korea Utara dan Sudan Selatan. OPCW mengatakan ketersediaan informasi yang bebas diakses mengenai agen saraf Novichok cukup langka. Kendati demikian, OPCW akan menelusuri sumber ilmiah dan teknis yang tersedia bagi mereka.
Pada 4 Maret lalu, Sergei Skripal dan putrinya ditemukan dalam keadaan terkulai dan tidak sadarkan diri di kursi di luar pusat perbelanjaan di kota Salisbury di Inggris Selatan.
Skripal merupakan warga Inggris yang pernah menjadi agen mata-mata Rusia. Pemerintah Inggris telah menyimpulkan keduanya diracuni menggunakan gas syaraf Novichok.
Gas ini pernah dikembangkan oleh Uni Soviet antara 1971-1993. Fakta ini menjadi salah satu dasar Inggris menyimpulkan Rusia berada di balik aksi penyerangan Skripal.
Perdana Menteri Theresa May, Kamis (15/3), telah meminta 23 diplomat Rusia di negaranya untuk hengkang. May menuding mereka merupakan agen mata-mata yang menyamar sebagai diplomat.