Senin 19 Mar 2018 07:36 WIB

KTT ASEAN-Australia Berakhir dengan Kecaman Proteksionisme

Terdapat kekhawatiran terjadi perang dagang karena rencana tarif impor AS.

Para pemimpin ASEAN dan PM Australia Malcolm Turnbull (tengah) saat KTT Asean-Australia di Sydney, Sabtu (17/3).
Foto: REUTERS/David Gray
Para pemimpin ASEAN dan PM Australia Malcolm Turnbull (tengah) saat KTT Asean-Australia di Sydney, Sabtu (17/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Pemimpin Australia dan Singapura pada Ahad (18/3) menutup konferensi tingkat tinggi regional dengan kritik keras terhadap proteksionisme. Kecaman terjadi di tengah kekhawatiran terjadinya perang dagang akibat rencana penetapan tarif impor oleh Amerika Serikat.

"Kami berpendapat sistem perdagangan multilateral yang bebas, terbuka, dan berdasarkan aturan adalah kunci bagi pertumbunuhan ekonomi dan kesejahteraan regional," kata Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dalam konferensi pers yang mengakhiri pertemuan antara pemimpin negara Australia dengan Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Sebelumnya pada 7 Maret lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan memberlakukan tarif untuk melindungi produsen baja dan aluminum dengan alasan keamanan nasional. Washington juga akan memberlakukan tarif impor senilai 60 miliar dolar AS terhadap barang-barang asal Cina, terutama dari sektor teknologi dan komunikasi.

Lee dan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull mendesak ASEAN segera menyepakati Kemitraan Ekonomi Regional Komprehensif (RCEP), usulan Cina yang kini menjadi alternatif terhadap Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). TPP berhenti di tengah jalan setelah Amerika Serikat mengundurkan diri pada tahun lalu.

"Jika kami berhasil mencapai kesepakatan,maka ini akan menjadi antitesis bagi kecenderungan proteksionisme, dan memastikan kawasan Indo-Pasifik akan menjadi pusat perdagangan yang terbuka dan bebas," kata Turnbull.

Secara resmi, pertemuan puncak antara ASEAN dengan Australia adalah untuk mendekatkan hubungan ekonomi antara kedua pihak, serta membahas ancaman radikalisme yang dibawa oleh mereka yang baru kembali dari peperangan di Timur Tengah.

Australia menjadi tuan rumah pertemuan meski tidak menjadi anggota dari blok regional beranggotakan 10 negara tersebut. Pertemuan menargetkan peningkatan kerja sama politik dan perdagangan di kawasan Asia Tenggara di tengah semakin besarnya pengaruh Cina.

Dalam pernyataan bersama sebagai kesimpulan, ASEAN dan Australia juga mendesak semua pihak "menahan diri" di Laut Cina Selatan. Cina saat ini semakin agresifnmelakukan ekspansi sehingga berpotensi memicu konflik dengan sejumlah negara anggota ASEAN.

"Kami menekankan pentingnya de-militerisasi dan kebutuhan meningkatkan rasa saling percaya. Kami mendesak semua pihak menahan diri dan menghindari tindakan yang bisa memperburuk situasi," kata pernyataan bersama itu.

Beberapa negara anggota ASEAN seperti Brunei, Malaysia, Vietnam, dan Filipina kini bersengketa dengan Cina soal kepemilikan jalur perdagangan dunia di Laut Cina Selatan. Di kawasan itu, Beijing telah mereklamasi sejumlah pulau buatan dan membangun landasan terbang serta pelabuhan di atasnya.

"Ini adalah persoalan keamanan dan stabilitas di Asia Tenggara yang akan berdampak pada semua negara ASEAN jika ada sesuatu yang salah," kata Lee.

ASEAN juga menyerukan denuklirisasi penuh dan nyata di Semenanjung Korea dan mendesak semua anggota PBB untuk patuh pada saksi Dewan Keamanan terhadap Korea Utara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement