REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi tiba di Canberra pada Senin (19/3) untuk bertemu dengan Malcolm Turnbull. Perdana Menteri Australia itu juga dikenal sebagai seorang penjaga kehormatan militer.
Turnbull mengatakan Suu Kyi ingin mengangkat isu hak asasi manusia (HAM) selama kunjungannya. Suu Kyi telah berada di Australia sejak Jumat untuk menghadiri pertemuan puncak khusus para pemimpin Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) di Sydney. Kehadirannya menimbulkan demonstrasi jalanan dan sebuah tuntutan hukum yang menuduhnya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Jaksa Agung Australia mengatakan dia tidak akan mengizinkan tuntutan hukum tersebut karena Suu Kyi memiliki kekebalan diplomatik. Tuntutan hukum tersebut diajukan pengacara aktivis di Melbourne atas nama komunitas Rohingya di Australia.
Baik Suu Kyi maupun Turnbull membuat pernyataan publik sebelum pertemuan mereka. Pemimpin Australia tersebut mengatakan pada Ahad Suu Kyi berbicara cukup lama selama pertemuan ASEAN mengenai negara bagian Rakhine. Pembicaraannya menarik perhatian tetangganya di Asia Tenggara untuk bantuan kemanusiaan.
Sejak berkuasa pada 2016, Suu Kyi menghadapi kritik yang terus meningkat. Dia gagal mengutuk atau menghentikan serangan militer terhadap minoritas Muslim Rohingya di negaranya.
Pejabat PBB mengatakan hampir 700 ribu Muslim Rohingya meninggalkan Myanmar ke Bangladesh. Mereka menyelamatkan diri setelah serangan militan pada 25 Agustus tahun lalu memicu tindakan keras pasukan keamanan di Rakhine.
PBB menyebutnya sebagai pembersihan etnis. Negara yang mayoritas beragama Buddha itu membantah tuduhan tersebut. Myanmar meminta bukti nyata tuduhan pelanggaran oleh aparat keamanan.