REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan akses penuh kepada warga sipil di dalam dan di luar Ghouta Timur, Suriah. Hal itu untuk memenuhi kebutuhan mendesak mereka, setelah sekitar 50 ribu orang melarikan diri dalam beberapa hari terakhir.
Sekitar 104 ribu orang lainnya diperkirakan telah mengungsi akibat pertempuran di sekitar kota bagian utara, Afrin. Sebanyak 10 ribu orang di sekitar kota itu mencoba menyeberang ke daerah yang dikuasai oleh Pemerintah Suriah, kata badan pengungsi Perserikatan Bangsa Bangsa (UNHCR).
"UNHCR, badan pengungsi Perserikatan Bangsa Bangsa memgkhawatirkan krisis kemanusiaan yang lebih dalam terjadi di Suriah seiring pertempuran sengit di Ghouta timur, pedesaan Damaskus dan Afrin menyebabkan banyak pengungsian baru," kata juru bicara UNHCR Andrej Mahecic dalam sebuah paparan di Jenewa, Selasa (20/3).
"Orang-orang ini pergi tanpa membawa apa pun dan mereka membutuhkan hampir semua kebutuhan mulai dari pakaian sampai tempat berlindung. "
Sekitar 70 persen dari 50 ribu orang yang dievakuasi dari timur Ghouta adalah wanita dan anak-anak. Banyak anak-anak yang menderita diare dan penyakit pernafasan yang bisa mematikan, serta penyakit seperti kudis dan kutu, kata juru bicara UNICEF Marixie Mercado. UNICEF memperkirakan bahwa sekitar 100 ribu orang masih di dalam distrik Afrin, separuhnya adalah anak-anak.
Sebelumnya menurut laporan Xinhua, Dewan Keamanan (DK) PBB pada Jumat (16/3) telah kembali menyerukan dilaksanakannya resolusinya yang menuntut gencatan senjata segera di seluruh Suriah. "Anggota Dewan Keamanan kembali menyampaikan seruan mereka bagi pelaksanaan penuh Resolusi 2254 dan 2401," kata Duta Besar Belanda untuk PBB karel van Oosterom, yang menjadi Presiden Dewan Keamanan untuk Maret.
Anggota Dewan Keamanan kembali menegaskan bahwa Resolusi 2401, yang menuntut gencatan senjata segera diterapkan di seluruh Suriah, kata van Oosterom kepada wartawan setelah konsultasi tertutup DK mengenai situasi di Suriah.
Mereka mengutuk para pelaku kerusuhan di Ghouta Timur, yang dikuasai gerilyawan dan di Ibu Kota Suriah, Damaskus, sebagai pelanggaran terhadap Resolusi 2401, yang disahkan pada 24 Februari. Dewan Keamanan diberi penjelasan oleh Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura, melalui telekonferensi video.
Anggota DK kembali menyampaikan seruan mereka bagi "akses kemanusiaan tanpa syara, tanpa hambatan dan berkelanjutan". Mereka juga mendesak semua pihak dalam konflik itu agar secara ketat mematuhi kewajiban berdasarkan hukum kemanusiaan untuk melindungi warga sipil.