REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANSISCO -- Pemimpin Pelaksana Facebook Mark Zuckerberg pada Rabu (21/3) meminta maaf untuk kesalahan perusahaannya dalam menangani data 50 juta penggunanya. Dia menjanjikan langkah lebih keras membatasi jalan masuk pengembang pada informasi itu.
Jaringan terbesar medan gaul di dunia itu menghadapi peningkatan pengawasan pemerintah di Eropa dan Amerika Serikat akibat tuduhan pengungkap bukti konsultan politik bermarkas di London, Cambridge Analytica, mengambil data pengguna secara tidak semestinya untuk membangun penampang pemilih Amerika. Data itu kemudian digunakan membantu memilih Presiden AS Donald Trump pada 2016.
"Itu pelanggaran besar pada kepercayaan. Saya benar-benar menyesal. Kami memiliki tanggung jawab dasar melindungi data orang," kata Zuckerberg dalam wawancara dengan CNN.
Pernyataan Zuckerberg memecah keheningan sejak skandal itu terungkap pada akhir pekan lalu. Dia mengatakan perusahaannya membuat kesalahan, menyatakan perlu bangkit dan melakukan sesuatu.
Dia mengatakan jejaring sosial itu berencana melakukan penyelidikan terhadap ribuan aplikasi yang telah menggunakan platform Facebook, membatasi akses pengembang pada data, dan memberikan penggunanya alat untuk menonaktifkan akses ke data Facebook mereka dengan lebih mudah.
Rencana Zuckerberg tidak menunjukkan pengurangan besar pada kemampuan pengiklan untuk menggunakan data Facebook, yang merupakan sumber kehidupan perusahaan. Zuckerberg mengatakan dia terbuka untuk peraturan pemerintah tambahan dan bersedia untuk bersaksi di hadapan Kongres AS jika dia adalah orang yang tepat.
"Saya tidak yakin kita tidak seharusnya diatur. Saya benar-benar berpikir pertanyaannya adalah apa peraturan yang lebih tepat ketimbang ya atau tidak, haruskah itu diatur? Orang-orang harus tahu siapa yang membeli iklan yang mereka lihat di Facebook," katanya kepada CNN.
Zuckerberg mengatakan Facebook bertekad menghentikan campur tangan dalam pemilihan umum paruh waktu AS pada November serta pemilihan umum di India dan Brasil.