Jumat 23 Mar 2018 14:32 WIB

Sekjen PBB: Konflik Penyebab Kelaparan Meningkat di Dunia

Laporan global krisis pangan menyebut angka kelaparan akut melonjak pada 2017.

Seorang anak balita yang menderita kelaparan
Foto: storyeo.com
Seorang anak balita yang menderita kelaparan

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres pada Kamis (22/3) mengatakan banyak konflik di dunia menjadi pangkal naiknya kelaparan. Pemimpin PBB tersebut mengatakan di dalam pesan video mengenai Laporan Global mengenai Krisis Pangan, yang didukung PBB, yang disiarkan pada Kamis (22/3) di Roma.

Laporan tahun ini menyoroti peningkatan mengkhawatirkan jumlah orang yang tidak cukup makan. Menurut laporan tersebut, pangkal kenaikan kelaparan ini adalah banyak konflik di dunia.

"(kondisi) Ini telah menjadi makin sering dan berkepanjangan," ujar Gutteres.

Menurut laporan tersebut, angka kelaparan akut, yang dipicu oleh bencana iklim serta konflik, melonjak pada 2017, sehingga sebanyak 124 juta orang di seluruh 51 negara menghadapi kelaparan, 11 juta lebih banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

"Bermacam laporan seperti ini memberi kita data penting dan analisis untuk lebih memahami tantangan. Sekarang terserah kita untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan orang yang menghadapi momok kelaparan setiap hari dan menanggulangi pangkal masalah ini," kata Gutteres.

"Di beberapa negara, perang telah mendorong seluruh masyarakat ke jurang kelaparan. Pada saat yang sama, kemarau dan bencana yang berkaitan dengan perubahan iklim mengakibatkan peningkatan krisis pangan parah," ujarnya menambahkan.

Laporan Global mengenai Krisis Pangan --yang diajukan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Program Pangan Dunia PBB (WFP) dan Uni Eropa dalam satu penejlasan, mendapati bahwa kondisi darurat pangan makin bertambah kuat akibat bermacam penyebab seperti konflik, guncangan iklim ekstrem dan harga makanan pokok yang tinggi, yang semuanya seringkali terjadi berbarengan.

Laporan itu menyatakan konflik terus menjadi pengendali utama kondisi rawan pangan akut di 18 negara, 15 di Afrika atau Timur Tengah, yang merupakan 60 persen dari seluruh jumlah global.

sumber : Antara/Xinhua
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement