REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Senin (26/3) mengkritik pernyataan panglima militer Myanmar. Panglima militer tersebut menyebut minoritas Muslim Rohingya tidak memiliki kesamaan dengan etnis lain di negara tersebut.
Guterres mengaku terkejut dengan pernyataan yang diungkapkan oleh seorang pimpinan militer tersebut. Jenderal U Min Aung Hlaing mengatakan ungkapan kontroversial tersebut pada pertemuan militer. Dia bahkan juga mendesak para pemimpin Myanmar bersatu padu melawan hasutan membenci (Rohingya) dan mempromosikan harmoni budaya.
Dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan di negara bagian Kachin utara pada Senin, Hlaing menyebut Rohingya sebagai Bengali. Istilah Bengali dimaksudkan untuk menggambarkan mereka sebagai orang asing. Dia juga mengatakan etnis minoritas tersebut tidak memiliki kesamaan karakteristik atau budaya yang sama dengan etnis Myanmar.
"Ketegangan dipicu karena 'Bengali' menuntut kewarganegaraan," kata Hlain yang dikutip Dhaka Tribune.
Bangladesh dan Myanmar dilaporkan telah sepakat memulangkan pengungsi Rohingya yang mengungsi di pinggiran Bangladesh. Kedua negara juga setuju mengambil langkah untuk meningkatkan pengamanan perbatasan. Kedua negara bertetangga itu berada di tengah hubungan yang memburuk, terkait gelombang pengungsi dari Myanmar yang terus mengalir ke Bangladesh.
Guterres mengatakan sangat penting ada syarat untuk memastikan Rohingya dapat kembali ke rumah dengan sukarela, dengan aman dan bermartabat."
Untuk menanggapi kasus kemanusiaan terhadap Rohingya, Guterres telah berbulan-bulan mempertimbangkan penunjukan seorang utusan khusus untuk Myanmar. Utusan tersebut dimaksudkan untuk menjaga nasib Rohingya dal sorotan internasional.
Selain itu, Dewan Keamanan PBB juga berharap untuk melakukan perjalanan ke Myanmar. Demi ingin mendengarkan pandangan dari 'tangan pertama' mengenai krisis pengungsi itu. Namun pemerintah Myanmar tampaknya belum memberikan lampu hijau untuk kunjungan tersebut.