REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman bertemu dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di markas PBB di Amerika Serikat (AS), Selasa (27/3) malam waktu setempat. Dalam pertemuan tersebut Pangeran Mohammed membahas beberapa isu, antara lain krisis Yaman dan Suriah.
Pada awal pertemuan, Pangeran Mohammed menyampaikan kepada Guterres bahwa Saudi memiliki peran penting dalam mendirikan PBB. Oleh sebab itu, Saudi percaya pada kedaulatan dan aturan hukum yang mengatur dunia.
Namun, Pangeran Mohammed menilai masih banyak negara di Timur Tengah yang tidak percaya pada gagasan PBB. "Masalah kami di Timur Tengah adalah dengan ide-ide yang tidak membenarkan atau tidak percaya pada gagasan PBB, dan yang terus beroperasi dengan sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip PBB," katanya, dikutip laman Al Arabiya.
Pangeran Mohammed pun menyinggung tentang masalah intervensi urusan internal negara dan promosi ideologi transnasional di Timur Tengah yang tidak sejalan dengan kepentingan Saudi. Namun ia tak menyatakan secara eksplisit maksud dari pernyataannya.
"Kami di Arab Saudi hanya mewakili kepentingan nasional negara kami. Dan kami bekerja sama dengan sekutu kami di Timur Tengah untuk melindungi kepentingan kami dan kepentingan mereka (sekutu) di kawasan ini," ujar Pangeran Mohammed.
Pangeran Mohammed mengatakan Saudi selalu berupaya menyelesaikan masalah-masalah di Timur Tengah secara politis. "Jika segala sesuatunya tidak terkendali, kami berusaha sekeras mungkin untuk menghindari sebanyak mungkin kesalahan. Inilah mengapa kami bekerja hari ini dengan PBB untuk menghindari dampak lain di Timur Tengah," tuturnya.
Pada hari pertemuan Pangeran Mohammed dengan Guterres, Saudi mengirim surat ke Dewan Keamanan PBB perihal serangan rudal balistik Houthi ke beberapa kota di negara tersebut yang terjadi Ahad (25/3) malam. Saudi meminta Dewan Keamanan PBB memikul tanggung jawabnya dalam menjaga keamanan dan stabilitas internasional. Saudi juga mendesak Dewan Keamanan PBB meminta pertanggungjawaban Iran yang diyakini memasok rudal balistik ke kelompok Houthi Yaman.