Rabu 28 Mar 2018 21:05 WIB

Israel Tempatkan 100 Penembak Jitu di Perbatasan Gaza

Ribuan orang akan berkumpul di Gaza tuntut kembalinya pengungsi Palestina.

Polisi Israel.
Foto: Daniel Ber On/EPA
Polisi Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Militer Israel mengaku telah menugaskan lebih dari 100 penembak jitu di perbatasan Gaza menjelang militer Israel memberlakukan larangan kunjungan bagi warga Palestina di kawasan perbatasan Gaza yang dekat dengan pagar pembatas Israel. Letnan Jenderal Gadi Eizenkot, kepala staf militer Israel, mengatakan kepada surat kabar Yedioth Ahronot bahwa pihaknya tidak akan membiarkan" target="_blank" rel="noopener">demonstrasi massal warga Palestina di wilayah tersebut, kata seorang jenderal Israel dalam wawancara yang disiarkan pada Rabu (28/3).

Para pemimpin demonstran berharap ribuan orang akan berkumpul di Gaza, mulai Jumat (30/3), untuk berkemah di lima lokasi sepanjang perbatasan selama enam pekan. Mereka menuntut kembalinya pengungsi Palestina di wilayah yang sekarang menjadi Israel.

Dengan menyebut masalah keamanan, militer Israel memberlakukan larangan kunjungan bagi warga Palestina di kawasan perbatasan Gaza yang dekat dengan pagar pembatas Israel. Letnan Jenderal Gadi Eizenkot, kepala staf militer Israel, mengatakan kepada surat kabar Yedioth Ahronot tidak akan membiarkan "infiltrasi massal" atau menoleransi kerusakan pagar pembatas dalam demonstrasi tersebut.

"Kami telah menugaskan lebih dari 100 penembak jitu dari berbagai unit militer, terutama dari unit pasukan khusus. Jika ada kehidupan yang dibahayakan oleh demonstrasi itu, kami mengizinkan mereka untuk menembak," kata Eizenkot dalam wawancara itu.

Tentara Israel seringkali menghadapi gelombang demonstrasi dari warga Palestina di perbatasan Gaza. Mereka selama ini menggunakan gas air mata, peluru karet dan amunisi untuk membubarkan para pengunjuk rasa yang melempar tentara dengan bebatuan atau bom molotov.

Para tokoh demonstrasi mengatakan mereka mendapat dukungan dari berbagai faksi Palestina, termasuk dari faksi dominan di Gaza, Hamas, yang merupakan kelompok anti-Israel. Di sisi lain, menteri kabinet Israel, Tzachi Hanegbi kepada Israel Radio, mengatakan Hamas kini menghindari konflik langsung dengan Israel sejak berakhirnya perang Gaza pada 2014.

Namun dia mengatakan tekanan yang dirasakan Hamas dari penghancuran sejumlah jaringan terowongan oleh Israel di dekat daerah perbatasan, ditambah kondisi ekonomi yang sulit di Gaza, adalah "sebuah rumus bagi meningkatnya ketegangan."

Mulainya unjuk rasa pada Jumat secara simbolis terhubung dengan apa yang disebut warga Palestina sebagai "Hari Agraria", yang merupakan peringatan terhadap terbunuhnya enam warga Israel berkebangsaan Arab oleh pihak keamanan Israel dalam demonstrasi tahun 1976 untuk menentang perampasan lahan.

Demonstrasi itu dimulai bersamaan dengan hari libur nasional selama seminggu di Israel. Demonstrasi itu dijadwalkan akan berakhir pada 15 Mei, bertepatan dengan hari Nakba, yang merupakan peringatan atas pengusiran terhadap ratusan ribu warga Palestina akibat konflik pembentukan negara Israel 1948.

Palestina sudah sejak lama menuntut lima juta orang korban pengusiran itu untuk kembali. Namun Israel menolaknya karena khawatir gelombang masuk warga berkebangsaan Arab akan menghilangkan status mayoritas warga Yahudi. Israel beranggapan para pengungsi itu harus direlokasi ke wilayah negara Palestina di masa mendatang, yaitu di Tepi Barat dan Gaza.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement