REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia mengusir 60 diplomat AS dan menutup konsulat negara itu di St Petersburg sebagai balasan atas tindakan AS terkait kasus peracunan mata-mata Rusia di Inggris. Langkah tersebut diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Kamis (29/3).
Lavrov mendeklarasikan persona non grata sebanyak 58 diplomat di Moskow dan dua pejabat konsulat di Yekaterinburg. Mereka diperintahkan untuk pergi maksimal pada 5 April, seperti dilansir di Reuters.
Beberapa saat sebelum pengumuman kementerian, Lavrov mengatakan Rusia akan menanggapi dalam bentuk pengusiran massal para diplomat Inggris dan AS. Selain itu juga pemerintah-pemerintah Barat yang mencakup sebagian besar negara anggota NATO dan Uni Eropa.
"Langkah-langkahnya akan timbal balik. Termasuk pengusiran jumlah diplomat yang setara dan termasuk keputusan kami untuk menarik persetujuan kami yang memungkinkan konsulat umum AS untuk beroperasi di St. Petersburg," kata Lavrov.
Konflik ini muncul atas serangan mantan mata-mata Rusia dan putrinya di Inggris selatan dengan menggunakan agen saraf militer yang diketahui milik era Soviet. Sergei Skripal (66 tahun) dan putrinya, Yulia, ditemukan tidak sadarkan diri di bangku di kota Salisbury pada 4 Maret.
Lebih dari 20 negara telah mengusir utusan Rusia, sebagai solidaritas untuk Inggris, yang telah menyalahkan Moskow atas serangan itu. Rusia membantah keras perannya. Menurut laporan BBC, Skripal masih dalam kondisi kritis namun stabil. Sedangkan kondisi putrinya dikatakan membaik.
AS sebelumnya memerintahkan pengusiran 60 diplomat dan menutup konsulat jenderal Rusia di Seattle. Lavrov mengatakan negara-negara lain yang telah mengusir diplomat Rusia dapat mengharapkan Moskow untuk menanggapi dengan cara yang sama. Dia mengatakan Rusia menanggapi tindakan yang benar-benar tidak dapat diterima.