REPUBLIKA.CO.ID, GAZA-- Tentara Israel menangkap seorang pria Palestina yang menyusup ke wilayah Israel dari Jalur Gaza pada Ahad (1/4) pagi. Israel Defense Forces (IDF) mengatakan, pria itu ditangkap tidak lama setelah ia melewati pagar keamanan di Jalur Gaza selatan.
Menurut seorang juru bicara IDF, tidak ada senjata yang ditemukan telah dibawa oleh pria tersebut. Pria itu kemudian diserahkan ke layanan keamanan Shin Bet untuk diinterogasi.
Upaya infiltrasi terjadi setelah aksi protes terjadi selama beberapa hari ini di sepanjang perbatasan Gaza. Pada Jumat (30/3), puluhan ribu warga Palestina berkumpul di sepanjang pagar keamanan. Beberapa dari mereka melemparkan batu dan bom Molotov ke arah pasukan Israel.
Para tentara IDF membalas serangan massa dengan menembakkan gas air mata dan peluru karet. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, 17 orang telah tewas selama demonstrasi berlangsung dan lebih dari 1.000 orang terluka.
Namun pejabat Israel mengatakan tentara telah menembak sasaran yang tepat, yaitu menargetkan mereka yang melakukan tindakan kekerasan. Israel mengklaim, 10 orang warga Palestina tewas itu adalah bagian dari kelompok teroris.
Unjuk rasa yang dilakukan warga Palestina di perbatasan merupakan unjuk rasa terbesar dalam beberapa dekade ini. Mereka menyerukan agar orang-orang Palestina dapat diizinkan kembali ke tanah leluhur mereka setelah mereka terusir pada 1948.
Penyelenggara unjuk rasa mengatakan demonstrasi massal akan berlanjut hingga 15 Mei mendatang, saat peringatan 70 tahun berdirinya negara Israel. Palestina menyebut hari itu sebagai Hari Nakba atau bencana, karena ratusan ribu orang Palestina telah terpaksa pergi selama perang 1948.
Selain itu, hal lain yang memicu kerusuhan adalah Amerika Serikat (AS) dilaporkan akan memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem pada pertengahan Mei. Langkah ini telah memicu kemarahan para pemimpin Palestina dan kemungkinan besar demonstrasi tahun ini akan lebih besar daripada tahun lalu.
Dalam sejumlah perundingan damai sebelumnya, Palestina selalu menuntut "hak untuk pulang" ke wilayah mereka yang direbut oleh Israel. Warga Palestina yang menuntut hak ini tidak hanya berjumlah ratusan ribu, tetapi mencapai ratusan ribu, termasuk keturunan mereka yang berjumlah jutaan.
Pemerintah Israel tampaknya tidak akan menerima permintaan tersebut, karena akan mengancam keberadaan negara mereka. Dilansir di laman Times of Israel, Israel menganggap para pengungsi Palestina dan keturunan mereka akan menjadi warga negara Palestina saat keduanya telah mencapai puncak proses perdamaian.